MENGANTISIPASI perkembangan zaman yang kian kompleks, maka Kemendikbudristek berencana merevisi UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 dan akan menyinkronkan 23 undang-undang terkait pendidikan.
RUU Sisdiknas ini diharapkan bisa menjadi acuan yang terpadu dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. RUU ini diharapkan mampu mewadahi pendidikan berbasis keagamaan termasuk pesantren dan madrasah yang cukup lama eksisten dan turut serta berkontribusi terhadap pendidikan di Indonesia.
Alasan Revisi
Ada kurang lebih empat faktor mengapa UU Sisdiknas tahun 2003 perlu segera direvisi. Pertama, pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) oleh Mahkamah Konstitusi pada 31 Maret 2010. Kedua, masalah UN yang tidak punya pijakan yang jelas di tiap tahunnya sebab pasal 57-59 hanya mengatur evaluasi pendidikan. Ketiga, masalah anggaran pendidikan yang masih problematik. Terutama dalam anggaran 20% pendidikan yang tidak termasuk gaji guru tapi dalam implementasinya masih memasukkan gaji guru. Keempat, penghapusan RSBI yang justru menciptakan kastanisasi sekolah (Darmaningtyas, 2010).
RUU Sisdiknas disusun antara lain untuk memperkuat pendidikan Indonesia agar SDM Indonesia kian siap menjawab tuntutan zaman yang sudah berubah.
Apa Saja Yang Direvisi
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan DPR dan pemerintah telah sepakat merevisi UU Sisdiknas secara menyeluruh. Rencananya semua regulasi terkait pendidikan akan menjadi satu. “Ini dalam rangka pembaharuan dan transformasi pendidikan kita,” ujar Huda dalam diskusi daring bersama PB PGRI, 30 Desember 2021.
Revisi UU Sisdiknas rencananya akan menyinkronkan 23 undang-undang terkait pendidikan, di antaranya: UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 43/2007 tentang Perpustakaan, UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan UU 11/2014 tentang Keinsinyuran. Kemudian UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, UU 18/2019 tentang Pesantren, UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU 13/2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dan lain-lain.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Z Haeri menjelaskan, dari 150 pasal, ada sekitar 40 pasal yang dinilai perlu direvisi, ditambahkan, bahkan dihapus. Di antara 40 pasal itu, P2G mengkritisi sejumlah poin. Pertama, kata Iman, terdapat pasal yang terbolak-balik antara hak dan kewajiban, yakni di Pasal 12, 78, 83, dan lainnya di draf revisi UU Sisdiknas.
Peleburan Menjadi Satu
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan Revisi UU Sisdiknas sendiri sudah masuk dalam Prolegnas Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024. Revisi UU Sisdiknas ini dimotori oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dari parlemen banyak dukungan penyatuan tiga UU di sektor pendidikan tersebut.
Saat ini banyak regulasi, khususnya UU di sektor pendidikan yang justru menciptakan situasi tumpang tindih. Integrasi tiga UU akan menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi yang belum ada dalam sistem pendidikan nasional selama ini. Selama ini juga banyak regulasi di bidang pendidikan yang berbeda-beda antara satu UU dengan UU lainnya.
Anindito juga mengatakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Kemendikbudristek terus mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan uji publik RUU Sisdiknas beserta naskah akademiknya sesuai peraturan perundang-undangan.
Kritik Atas RUU
Revisi RUU Sisdiknas ini banjir kritik, karena dinilai minim pelibatan publik dan dilakukan dengan tergesa-gesa.
Untuk menjawab kritik masyarakat atas eksistensi Madrasah, Menteri Dikbudristek dan Menteri Agama, Nadiem Makarim dan Yahya Qalil mengatakan bahwa “eksistensi madrasah akan tetap ada di RUU Sisdiknas terbaru.”
Disamping itu Koordinator Nasional P2G (Perhimpunan Pendidikan dan Guru), Satriwan Salim mengatakan, RUU Sisdiknas lemah dari aspek formal prosedural dan aspek isi atau materi, masih banyak frasa di dalam draf RUU Sisdiknas yang menggambarkan bahwa Kemendikbudristek gagal paham dalam membedakan antara hak dan kewajiban negara. Salah satunya terlihat dalam frasa “hak warga negara” dengan “kewajiban negara”. Misalkan dalam pasal 12 (RUU Sisdiknas).
Meskipun begitu Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek adalah sebuah terobosan baru yang perlu diapresiasi. Besar harapan masyarakat agar Kemendikbudristek terbuka untuk keterlibatan publik dan juga para pemangku kepentingan, apalagi mengingat proses RUU ini baru tahap awal dan masih panjang, sehingga perlu dikawal bersama-sama. [S21]