Ilustrasi pengeboran minyak Rusia - Fortune
Ilustrasi pengeboran minyak Rusia - Fortune

Pasokan minyak dunia diprediksi akan menurun drastis akibat perang di Ukraina. Krisis minyak ini akan berpengaruh juga terhadap Indonesia sebagai negara pengimpor minyak dan BBM yang cukup besar.

Sanksi dari negara Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa terhadap sistem keuangan Rusia dikhawatirkan akan mempengaruhi pasokan minyak mentah Rusia karena bisa memberi gangguan serius pada sistem pembayaran dan transaksi.

Saat ini Rusia adalah salah satu produsen dan pengekspor minyak terbesar di dunia dengan jumlah ekspor 7,5 juta barel minyak setiap hari.

Wakil Ketua IHS Markit Daniel Yergin mengatakan skenario terburuk dari perang Ukraina adalah krisis minyak seperti yang terjadi pada tahun 1970 lalu. “Ini akan menjadi gangguan yang sangat besar dalam hal logistik, dan orang-orang akan berebut minyak,” kata Yergin kepada CNBC, Jumat (04/03).

Jika terjadi, krisis ini tentunya berdampak buruk bagi Indonesia sebagai negara pengimpor atau net importir minyak. Berdasarkan data SKK Migas, Indonesia tercatat mengimpor minyak sebanyak 500 ribu barel setiap hari.

Pengamat Energi dan Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyampaikan kekhawatiran akan adanya krisis energi di Indonesia sebagai dampak perang Ukraina.

“Mengingat ketergantungan BBM sangat besar, Indonesia berpotensi terjadi krisis energi di tengah kelangkaan pasokan dan harga sangat mahal,” ungkap Pengamat Energi dan Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, Jumat (4/3).

Menurut Fahmy, fluktuasi harga minyak dunia di luar kontrol Pemerintah. Oleh karena itu, langkah controllable yang bisa dilakukan satu-satunya dengan meningkatkan lifting Migas. Hal ini sejalan dengan program pemerintah saat ini yang memiliki target lifting 1 juta barrel minyak per hari.

Di samping itu, pembangunan kilang minyak juga perlu dipercepat demi mengurangi ketergantungan impor pasokan minyak mentah dan BBM impor.

“Sebagai net importer ketergantungan terhadap crude dan BBM impor sangat tinggi. Solusinya adalah mengurangi ketergantungan dengan meningkatkan produksi crude dan BBM,” jelas Fahmy. [DES]