KOPI Kapal Api telah ada sejak zaman penjajah Belanda datang ke Indonesia. Perusahaan kopi Kapal Api sejatinya didirikan, pada tahun 1927, oleh tiga orang bersaudara yaitu Go Soe Loet, Go Bi Tjong dan Go Soe Bin, yang semula mendirikan pabrik penggorengan kopi di kawasan Pabean, Surabaya, dan menghasilkan produk unggulan yang diberi nama Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan.
Saat awal dipasarkan, kopi Hap Hoo Tjan dibawa dengan sepeda onthel dengan berkeliling kampung di Surabaya dan pelabuhan Tanjung Perak.
Bisnis yang dirintis oleh tiga bersaudara Go, itu pun kemudian terbilang cukup sukses hingga pada akhirnya mereka dapat mempekerjakan hingga lebih dari 1000 orang karyawan demi memajukan bisnis mereka. Seiring berjalannya waktu, semakin terjaganya kualitas dan kuantitas dari produk Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan tersebut, membuat perusahaan produksi ini semakin berkembang pesat.
Namun lambat laun, perusahaan Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan penjualannya mengalami penurunan omset dan pada akhirnya gulung tikar pada tahun 1980-an.
Awal Kopi Kapal Api
Sayangnya, perpecahan harus terjadi. Akibat Hap Hoo Tjan gulung tikar dan kemudian asetnya dibagi kepada ketiga perintis usaha tersebut.
Go Soe Let, salah satu dari tiga bersaudara tersebut kemudian mendapatkan pabrik penggorengan kopi dari pembagian aset kopi Hap Hoo Tjan. Laki-laki yang memiliki 5 orang anak tersebut kemudian meminta bantuan dua orang anaknya, Indra Boediono dan Soedomo Mergonoto untuk melanjutkan bisnis kopi tersebut.
Soedomo kemudian berusaha menyelamatkan usaha kopi ayahnya dengan menggunakan PT Santos Jaya Abadi. Dengan menggunakan pabrik penggorengan kopi milik ayahnya, lahirlah apa yang kemudian kita kenal dengan kopi Kapal Api.
Ide logo kapal api pertama kali muncul ketika Go Soe Loet dengan Kopi Bubuk Hap Hoo Tjan yang memiliki banyak pelanggan dari para pelaut di Pelabuhan Tanjung Perak, melihat banyak kapal bersandar di pelabuhan. Ia pun kemudian memutuskan menjadikan ‘kapal api’ sebagai logo sekaligus merek dari produk kopinya
“Dengan seringnya berjualan di Pelabuhan Tanjung Perak dan melayani para pelaut bersandar. Pelanggan kami banyak. Dari sana, muncul ide produknya ‘Kapal Api’,” kata Soedomo.
Usaha dari Soedomo, Indra, dan ayah mereka ternyata berbuah manis. Dengan strategi pemasaran dari Soedomo, kopi Kapal Api kemudian merajai pasar kopi Nusantara. Tidak sampai tujuh tahun setelah PT Santos Jaya Abadi berdiri, kopi Kapal Api sudah melakukan ekspor ke mancanegara.
Berbekal pengalaman yang Soedomo dapatkan selama membantu ayahnya berjualan kopi, sayap-sayap perusahaan Kopi Kapal Api mulai berkembang pesat mengimbangi persaingan di dunia perdagangan. Sehingga perusahaan melakukan inovasi, yang mana kopi bisa dinikmati dimana saja dan kapan saja dengan tetap menjaga kualitas.
Dengan racikan kopi yang turun temurun inilah yang menjadikan cita rasa Kopi Kapal Api tetap menjaga kualitasnya hingga saat ini dan mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. Bahkan di tahun 1985, Kopi Kapal Api melakukan ekspansi ke berbagai negara dan memasuki pasar mancanegara. Diawali dengan masuknya produk di Arab Saudi, kemudian mulai masuk di pasar Hongkong tahun 1987, berlanjut ke Malaysia dan Taiwan.
Namun sekali lagi, kopi Kapal Api terancam kehancuran. Ketika sang ayah, Go Soe Let meninggal pada tahun 1993, konflik kembali terjadi dalam keluarga inti Soedomo, yakni Indra, dan ketiga saudara lainnya (Singgih Gunawan, Lenny Setyawati, dan Wiwik Sundari).
Konflik tersebut muncul yang didasari pada perebutan atau perselisihan pembagian harta warisan peninggalan almarhum Go Soe Let. Pada akhirnya, masalah dapat ditangani dengan baik dan kopi Kapal Api beserta PT Santos Jaya Abadi tidak harus gulung tikar seperti pendahulunya, kopi Hap Hoo Tjan.
Bahkan, Soedomo juga menciptakan sebuah kafe untuk menikmati kopi yang gerainya saat ini sudah ada dimana-mana. Gerai tersebut ia beri nama kafe Excelso selain beragam jenis kopi dan permen produksinya. [KY]