KETIKA lonceng gereja berdentang di bulan Desember, yang lantas teringat adalah perayaan Natal di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam pun perayaan Natal tetap berlangsung dengan meriah.
Ketika dimana-mana Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember, maka di Manado perayaan Natal sudah dimulai sejak tanggal 1 Desember. Setiap harinya hingga tanggal 25 Desember, umat Kristen di Manado melakukan ibadah pra-Natal. Warga Manado juga memiliki kebiasaan mengunjungi makam keluarga dan kerabat. Bahkan, mereka menghias makam tersebut dengan lampu-lampu hingga terasa suasana Natalnya.
Biasanya rangkaian perayaan Natal diakhiri dengan tradisi Kunci Taon yang diadakan pada minggu pertama bulan Januari. Pada tradisi itu, masyarakat Manado melakukan pawai keliling kota atau kampung dengan kostum unik dan menarik.
Sedangkan umat kristiani di Bali memiliki tradisi yang sering disebut Ngejot. Saat melakukan tradisi tersebut, umat kristiani membagikan bingkisan kepada tetangganya. Biasanya, bingkisan itu berupa makanan khas Bali, yakni Lawar dan Sate Babi.
Ketika tanggal 25 Desember, setiap umat kristiani di Bali melakukan kebaktian dengan menggunakan busana tradisional Bali lengkap. Mulai dari kebaya, selendang, hingga kain kamen. Juga setiap gereja yang ada hias dengan batang bambu yang dihiasi janur, ornamen khas Bali yang disebut penjor.
Umat Kristiani di Ambon, khususnya di Negeri Naku, memiliki tradisi unik menyambut Natal dan Tahun Baru yang bernama Cuci Negeri. Tradisi ini memiliki simbol pembersihan dan penyucian diri warga dari dosa-dosa yang dilakukan sepanjang tahun.
Upacara tradisi Cuci Negeri ini dimulai dengan berkumpul di rumah komunitas marga atau Soa untuk melakukan ritual adat masing-masing. Setelah Itu, warga beramai-ramai berkumpul ke rumah adat atau Baileo sambil menyanyikan lagu dalam bahasa setempat sembari menari diiringi alat musik tifa. Kaum perempuan membawa seserahan berupa sirih, pinang, dan sopi, minuman tradisional Ambon.
Pada malam Natal, warga Ambon akan membunyikan lonceng gereja dan sirene kapal secara serentak.
Dari ujung timur Indonesia, warga Papua memiliki tradisi Bakar Batu atau Barapen. Dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur, kebersamaan dan saling berbagi setelah melakukan Misa atau ibadah Natal di gereja. Sebelum berangkat ibadah, mereka telah berkumpul untuk memasak daging babi, ubi, kangkung, pepaya dan pelengkap lainnya di dalam lubang yang berisi batu panas membara. [*]