Jakarta – Menurut Sigit semua ini berawal dari 2010, “...dari ruang prihatin dengan sangat sedikitnya literasi capung indonesia. Istilah saya, ambil peran jadi moderator gerakan masyarakat untuk mengenal, memahami dan mencintai arti penting capung untuk kehidupan (peran konservasi di perairan/lahan basah dan pertanian) juga memperkaya literasi untuk generasi sekarang dan generasi selanjutnya.”
Ketertarikan Sigit pada capung tak sekadar soal keindahan, tapi juga soal peran sentral capung untuk kelestarian lingkungan. Misalnya di pertanian, capung menjadi predator utama untuk serangga-serangga yang statusnya sebagai hama. Sejak menjadi nimfa di dalam air, hingga dewasa, capung adalah predator.
Capung merupakan jenis serangga purba diperkirakan sudah hidup sejak 300 juta tahun yang lalu (zaman Karbon~Carboniferous of Europe). Fosil capung tertua berasal dari Protodonata yang ditemukan pada 325 juta tahun lalu di Eropa dengan rentang sayap mencapai 27 inch (75 cm). Dalam catatan hasil riset yang ditulis K.J. Tennessen dalam buku Encyclopedia of Insects (2009) disebutkan jenis ini diperkirakan punah pada 247 juta SM.
Capung termasuk dalam famili Odonata. Kata ‘odonata’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti gigi. Kata ini diberikan kepada famili Odonata karena diyakini mereka memiliki gigi, meskipun pada akhirnya ditemukan bahwa capung mengunyah mangsanya menggunakan rahang. Nama tersebut diambil dari bahasa Yunani: odonta-gnata yang berarti rahang bergigi.
Cerita capung sebagai makhluk hidup memang tidak biasa. Sebagian besar hidup di daerah tropis, dan lebih sedikit spesies di daerah beriklim sedang, maka dengan menyusut bahkan hilangnya ekosistem lahan basah (wetland) akan menjadi ancaman baru bagi keberadaan populasi capung di seluruh dunia. Sigit pun berupaya membantu memperkaya literasi capung dan mendokumentasikannya sebanyak mungkin melalui kebisaannya, memotret. [Nora E]