Setelah direvitalisasi, stasiun Manggarai Jakarta kini tampak menjadi stasiun modern di ibu kota Jakarta. Ya, stasiun itu kini memiliki elevated track atau jalur layang untuk melayani KRL rute Jakarta Kota-Bogor dan sebaliknya.
Stasiun penghubung antara kota itu kini sudah berusia 103 tahun. Menurut laman resmi PT KAI, pembangunan stasiun dimulai oleh perusahaan kereta api negara Staatsspoor en Tramwegen (SS), yang ketika itu menguasai jalur kereta di Batavia.
Meski sudah direvitalisasi, bentuk asli stasiun Manggarai masih dipertahankan. Dulu desainnya dibuat oleh arsitek Belanda bernama Ir. J. Van Gendt. Dalam perjalanannya, stasiun ini kemudian ditetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya oleh Pemerintah Provinsi DKI pada 1993. Kini stasiun Manggarai melayani lalu lintas KRL dan kereta jarak jauh, bahkan rencana aktivitas di Gambir akan dipindahkan ke sini.
Pembangunan Stasiun Manggarai sendiri dimulai tahun 1914 yang dipimpin langsung oleh Ir. J. Van Gendt. Pada 1 Mei 1918 Stasiun Manggarai diresmikan, meski pada waktu peresmian masih jauh dari selesai, karena sang arsitek, Van Gendt merancang tiang peron berbahan baja.
Karena Perang Dunia I bergejolak, pasokan baja dari Eropa tidak datang sehingga digunakan kayu jati sebagai pengganti tiang peron. Stasiun ini merupakan stasiun awal keberangkatan pemindahan ibukota sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946.
Segala persiapan rahasia untuk perjalanan Presiden dan Wakil Presiden pun dilaksanakan di stasiun ini. Sang Panglima Besar Jenderal Soedirman pun pernah singgah di Stasiun Manggarai dalam rangka menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta. Kedatangan Sang Panglima dan rombongan di Stasiun Manggarai pada 1 November 1946 disambut sorak sorai rakyat Indonesia.
Bengkel Kereta
Mulanya, Stasiun Manggarai bukan stasiun yang melayani penumpang. Bermula dari bengkel kereta api di Manggarai dibangun sekitar tahun 1915. Baru pada tahun 1920 Manggarai dibuka operasionalnya. Kala itu, Manggarai merupakan bengkel kereta api terbesar dan termodern, bahkan hingga sekarang ini.
Adapun tugas utama stasiun bengkel Manggarai meliputi, pemenuhan kebutuhan pemesanan suku cadang rolling stock serta pemeriksaan dan perbaikan lokomotif, kereta dan gerbong. Semula, bengkel kereta api ini hanya melayani perawatan dan perbaikan lokomotif uap. Pasca diresmikan jalur kereta rel listrik Jakarta-Tanjung Priok pada tahun 1925, maka ditambah bagian stellos listrik. Bagian tersebut menangani perawatan dan perbaikan lokomotif dan kereta listrik.
Malaise atau krisis dunia yang melanda tahun 1930-an turut berdampak pada operasional bengkel stasiun Manggarai. Kurun tahun 1932-1934 dilaksanakan penghematan dengan memusatkan tiap-tiap jenis pekerjaan dalam satu bengkel.
Sesudah tahun 1934 situasi berangsur normal dengan mulai Kembali menerima pegawai. Tahun 1938, stasiun Manggarai mulai membangun beberapa kereta tidur yang diperuntukan bagi penumpang kelas satu yakni seri SAGL.
Kereta tersebut terbuat dari bahan baja, dibuat siang dan malam oleh para pekerja. Beberapa pekerja pribumi yang turut membangun ialah Hoediono. Sedangkan Ali Noor Luddin hanya mengikuti tahapan finishing. Di tahun yang sama, dibikin pula sebuah kereta inspeksi seri IL yang khusus digunakan oleh pejabat seperti gubernur jenderal Hindia Belanda.
Kendali Jepang
Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Hal ini menandai dimulainya pendudukan Jepang di Indonesia, tak terkecuali stasiun bengkel Manggarai dikuasai Jepang pula. Di bawah kendali Jepang, bengkel kereta api ini tidak hanya melayani kebutuhan kereta api melainkan juga memenuhi keperluan tentara Jepang.
Mengingat Bengkel Manggarai memiliki peralatan dan mesin yang paling lengkap maka bengkel ini dipimpin oleh seorang perwira bernama Kinoshita dengan wakilnya Harada. Guna memenuhi kebutuhan pegawai, Jepang membuka Shookin Seiko (calon tukang/teknisi) di Bengkel Manggarai pertengahan tahun 1943. Sekolah tersebut dilengkapi dengan asrama yang dapat menampung sekitar 200 siswa.
Lama pelatihan enam bulan. Para pemuda petugas kereta api di Bengkel Manggarai diwajibkan pula mengikuti kegiatan Seinendan (barisan pemuda). Anggota Seinendan Bengkel Manggarai sendiri berkisar 400-450 orang. Komandannya Djatmika, seorang pegawai yang fasih berbahasa Jepang. Atas kepiawaiannya berbahasa itulah kiranya ia dipilih sebagai kegiatan setiap hari meliputi latihan berbaris dan penjagaan gerbang bengkel serta wilayah sekitarnya.
Salah satu hal menarik di bawah pengelolaan Jepang ialah bengkel Manggarai sempat membuat lokomotif. Pembuatan dipimpin oleh ahli-ahli dari bangsa Jepang yang sebagian besar dilakukan oleh pegawai orang Indonesia.
Mesin yang digunakan berasal dari mesin diesel pabrikan Mercedes. Lokomotif tersebut sempat pula diuji coba jalan dari Manggarai ke Tanah Abang. Hasilnya pun memuaskan. Lebih lanjut, dilakukan percobaan jalan Manggarai-Bogor.
Namun pada tahun 1943, Jepang mulai memindahkan beberapa bagian bengkel Manggarai beserta mesin-mesinnya ke berbagai daerah. Hal ini dilakukan guna mengamankan kedudukan Jepang dari pasukan sekutu. Bagian instrumen dan perkakas dipindahkan ke bekas pabrik es di daerah Pegangsaan Timur.
Sebagian bagian bubutan dimutasi ke bengkel milik perusahaan trem di Kalipasir, bagian kereta digeser ke bangunan pabrik gula di wilayah Arjawinangun, dan sebuah los lengkap dari bagian kereta dipindahkan ke Nagreg. Kini Stasiun Manggarai melayani perhentian KRL Commuter Line tujuan Jakarta Kota, Bogor, Tanah Abang, dan Bekasi.
Stasiun ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan nomor registrasi RNCB.19990112.04.000470 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 011/M/1999 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 1993. [Wis]