koransulindo.com – Setiap tahun Kota Bandung memperingati hari kelahirannya di 25 September. Pada sejarahnya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1811, Herman Willem Daendels, memerintahkan pemindahan ibu kota Kabupaten Bandung yang semula berada di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot), ke daerah Cikapundung.
Perintah tersebut diiringi dengan keluarnya sebuah surat keputusan (besluit) resmi, yang bertanggal 25 September 1810. Tanggal itulah yang kemudian setiap tahun diperingati sebagai hari jadi Kota Bandung.
Kepindahan tersebut adalah sebagai akibat dari berlangsungnya megaproyek Jalan Raya Pos (Groote Postweg) oleh Daendels. Sebuah proyek yang berdampak besar, termasuk pada kota-kota yang dilaluinya, yang di antaranya adalah Krapyak, ibu kota Kabupaten Bandung saat itu, yang berjarak 11 kilometer di sebelah selatan Jalan Raya Pos.
Pada masa itu, jarak tersebut terbilang cukup jauh. Itu sebab Daendels memerintahkan bupati Kabupaten Bandung saat itu, R.A. Wiranatakusumah II (1794-1829), untuk segera membangun ibu kota Bandung yang baru, yang berada di dekat Jalan Raya Pos. Demi kelancaran pembangunan Jalan Raya Pos itu sendiri, dan agar pejabat pemerintah kolonial tak sulit untuk mendatangi kantor bupati
R.A. Wiranatakusumah II merupakan bupati ke-6 di kabupaten tersebut, yang juga dikenal sebagai The Founding Father-nya Kota Bandung. Dikutip dari laman Wikipedia, kepada Bupati R.A. Wiranatakusumah II Daendels berucap, “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd – Usahakan, bila saya datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun”.
Bupati R.A. Wiranatakusumah II sendiri yang memimpin kepindahan tersebut. Yang, tanpa sepengetahuan Daendels, sebenarnya memang sudah matang merencanakan kepindahan ibu kota kabupaten, bahkan sejak sebelum diperintahkan.
Berhubung, antara lain, posisi Krapyak sebagai ibukota pemerintahan yang terletak di sisi selatan daerah Bandung, tidak strategis. Pun, sering dilanda banjir bila musim hujan. Karena itu, patut diperhatikan bahwa pendiri Kota Bandung bukanlah Daendels, melainkan Bupati R.A. Wiranatakusumah II.
Ia bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis untuk dijadikan pusat pemerintahan yang ideal. Yaitu, di sebuah lokasi yang masih berupa hutan dan terletak di tepi barat Sungai Cikapundung. Letaknya di tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (yang menjadi pusat Kota Bandung sekarang).
Lokasi itu berada di dekat sumber mata air yang bernama Sumur Bandung. Dalam Bahasa Sunda, Sumur Bandung berarti sumur yang berpasangan atau berhadapan (dari kata bandungan). Letak dua mata air atau sumur tersebut adalah di tepi barat Sungai Cikapundung.
Yang pertama berada di Bale Sumur Bandung atau yang sekarang Gedung PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten di Jalan Asia Afrika. Sedangkan yang satunya lagi, berada di bawah bangunan bekas kompleks pertokoan Miramar, Alun-alun Bandung.
Bupati R.A. Wiranatakusumah II membangun Kota Bandung sesuai dengan konsep tata ruang tradisional. Pendopo dibangun di sisi selatan Alun-alun Bandung. Menghadap Gunung Tangkuban Perahu, yang merupakan simbol kepercayaan sejarah masyarakat Sunda. Sedangkan Masjid Agung Bandung (sekarang Masjid Raya Bandung) dibangun di sisi barat alun-alun, dan pasar berada di sisi timur. [NiM]
Artikel ini pertama kali terbit tanggal: 25/09/2021
Baca juga: