Sulindomedia – Dalam usia yang masih relatif muda, 42 tahun, ia sudah menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan di bawah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Sebelum menjabat menteri, Rokhmin Dahuri gigih memperjuangkan pembentukan kementerian itu. Sebelum Pemilu 1999, Rokhmin dipanggil DPR memaparkan bidang ini. Begitu juga ketika departemen ini pertama kali dibentuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999. Di masa pemerintahan Presiden Gus Dur itu (1999-2001), Rokhmin ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di bawah Menteri Sarwono Kusumaatmadja.

Saat menjabat dirjen itu pernah lebih dari satu setengah jam ia memaparkan pentingnya sektor kelautan dan perikanan di hadapan Megawati Soekarnoputri (saat itu wakil presiden). Hal itu dikatakan Megawati ketika menelepon dia untuk membantu sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong-Royong.

Presiden Megawati tahu, Rokhmin adalah anak nelayan asli. Ayahnya adalah nelayan tradisional, ibunya adalah pedagang ikan di pasar.

Peraih gelar doktor dalam bidang ilmu ekologi dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dari School for Resources and Environmental Studies Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia Canada, ini selalu terlihat ramah dan banyak senyum. Sebelum menjabat menteri, Rokhmin memimpin Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (1996-1999). Sejak 1997 sampai sekarang, ia masih menjabat Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program Pasca Sarjana IPB. Kini ia menjabat Ketua Bidang Maritim DPP PDI Perjuangan.

Berikut petikan wawancara Didit Sidarta dari Suluh Indonesia dengan Rokhmin Dahuri.

Pendapat Anda tentang pembangunan industri maritim Presiden Jokowi?

Ide kembali ke maritim Presiden Joko Widodo sangat tepat, karena pada dasarnya memang aspek penting pada negara kita adalah aspek negara kepulauan. Wilayah kita sebagian besar lautan dengan perairan dan pulau-pulau kecil. Dalam hal perikanan, permintaan konsumen negara lain atas produk-produk perikanan kita selalu meningkat.

Ada tiga hal mengapa kebijakan kembali membangun maritim Jokowi harus didukung. Pertama, karena negara kita berdiri di atas unsur perairan. Maka pembangunan harus berdasarkan laut. Kebijakan Jokowi ini mengkoreksi kebijakan presiden-presiden terdahulu. Namun sebenarnya yang pertama kali menyadari ini dan lalu membentuk kementerian adalah Presiden Abdurahman Wahid. Presiden Megawati Soekarnoputri meneruskan kebijakan itu. Tapi presiden selanjutnya, SBY, kembali melupakan laut.

Cara yang harus dilakukan Jokowi?

Membangun negara itu bekerja sama untuk tujuan bersama berdasarkan semua elemen negara. Ada tiga unsur pembangunan kemaritiman, pertama pertumbuhan ekonomi. Kedua pemenuhan kesejahteraan nelayan dan rakyat. Dan ketiga perlindungan lingkungan dan sumber daya alam. Ketiganya harus dikembangkan secara proporsional.

Bagaimana keadaan industri kelautan di bawah Menteri Susi Pudjiastuti?

Industri perikanan tangkap Indonesia hancur. Bukan hanya perusahaan besar tapi juga nelayan kecil. Sentra-sentra kawasan perikanan di Bitung dan Ambon hancur. Bahkan beberapa bulan ini Indonesia sudah mengimpor ikan dari India.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada masa saya sekitar Rp 400 miliar lalu setelah itu turun menjadi Rp 200 miliar. Sekarang malah baru terkumpul sekitar Rp 78 miliar. Itu karena banyak usaha perikanan dimatikan.

Kebijakan yang benar itu kan kebijakan yang berimbang antara pertumbuhan ekonomi, penegakan kedaula­tan, dan lingkungan. Cuma karena persoalan bangsa saat ini adalah pengang­guran dan kemiskinan harusnya sesuai dengan kampanye Pak Jokowi yang ingin menjadikan kelautan sebagai poros maritim dunia. Harusnya sumber daya kelautan bisa jadi sumber per­tumbuhan dan sumber lapangan kerja.

Masalah pal­ing utama saat ini adalah soal kemiskinan nelayan, juga ter­masuk budidaya ikan. Masalah kedua adalah belum optimal­nya pemanfaatan sumber daya akuakultur, perikanan budidaya. Masalah berikutnya adalah mengenai daya saing produk kita. Sektor industri pengo­lahan kita itu belum optimal juga. Kemudian baru kita bicara masalah ilegal fishing dan perusakan lingkungan.

Jadi, bagaimana seharusnya kebijakan di industri kelautan dan perikanan?

PDI Perjuangan yang utama meminta agar dalam semua kebijakan kelautan dan perikanan, yang utama dan pertama adalah nelayan harus diuwongkan, dimanusiakan. Harusnya kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan itu seimbang, bukan hanya sifatnya yang ngerem dan mematikan.

Kebijakan KKP sekarang ini boleh dibilang hanya fokus di bidang illegal fishing. Kemudian hampir semua yang modern dipandang seolah-olah merusak. Siapa yang bisa menguasai laut seluas itu. Jadi menurut saya, jurus ibu Susi itu salah jika hanya mengandalkan pada penegakan hukum. Sementara nelayan kita dengan Permen 2 tahun 2015 tentang pelarangan dua alat tangkap malah jadi mati.

Pendapat Anda tentang kebijakan Menteri Susi menenggelamkan kapal pencuri ikan asing?

Soal ini saya setuju. Pada masa saya juga ada penenggelaman kapal. Bahkan ketika kapal pencuri ikan itu sedang berlayar langsung kita bakar di tengah laut setelah menurunkan anak buah kapalnya. Tapi kebijakan yang lain caranya salah, mematikan semua usaha. Harusnya seimbang.

Sebenarnya apa masalah utama nelayan Indonesia?

Sebenarnya akar masalah­nya itu karena nelayan kita enggak mampu mendayagunakan sumber daya laut yang selama ini dicuri asing. Dari 680 ribu kapal ikan miliki Indonesia itu yang tergolong modern yang berat bobotnya di atas 30 gross ton itu hanya sekitar 1 persen. Itu yang mampu menjangkau laut tengah, Natuna, Arafura, Zona-zona ekslusif, Laut Su­lawesi yang selama ini dicuri negara lain. Tugas utama illegal fishing itu ya pada Bakamla (Badan Keamanan Laut). Kalaupun Ibu Susi meli­hat bahwa ada yang pagar ma­kan tanaman, tidak usah terjun langsung, dan bakar. Sampaikan saja di sidang kabinet.

Bagaimana melindungi nelayan Indonesia dari pencuri asing?

Jurusnya itu, ya, ekonomi. Bagaimana memberdayakan nelayan kita agar mampu memanfaatkan sumber daya ikan yang selama ini dicuri. Lalu lindungi nelayan kita, caranya misal dari 100 kapal ikan Indonesia harus dikawal satu kapal TNI Angkatan Laut. []