Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (kiri) dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kanan)

Sulindomedia – Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengeluarkan surat instruksi untuk para kadernya tertanggal 11 Maret 2016. Surat pernyataan yang ditandatangani Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berisi instruksi kepada kader PDI Perjuangan ahar mendukung pasangan Gubernur DKI Jakarta Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan wakilnya, Djarot Saiful Hidayat, hingga akhir masa jabatan mereka pada tahun 2017 nanti. “PDI Perjuangan tetap komitmen untuk mendukung jalannya roda pemerintahan di DKI Jakarta sampai dengan berakhirnya masa jabatan gubernur dan wakil gubernur,” demikian antara lain bunyi surat itu.

PDIPAhokDjarot-241x300Lewat surat tersebut, DPP PDI Perjuangan juga menginstruksikan ke seluruh kadernya, baik di struktural, legislatif, maupun eksekutif untuk tidak mengeluarkan pernyataan terkait Pilkada DKI Jakarta yang dapat menimbulkan situasi politik tidak kondusif.

Adapun untuk pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta merupakan domain DPP PDI Perjuangan yang akan diputuskan setelah proses penjaringan dan penyaringan calon kepala daerah dilakukan. “Seluruh kader, anggota, dan simpatisan PDIP di seluruh DKI Jakarta untuk merapatkan barisan, menjaga solidaritas, dan terus membangun komunikasi yang baik dalam upaya persiapan pemenangan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017,” kata Hasto.

Seperti diberitakan banyak media, Ahok memililh jalur independen untuk memenuhi hasratnya menjadi menjadi orang nomor satu lagi di DKI Jakarta. Alasannya, ia tidak mau menggunakan jalur partai politik (parpol) karena ongkos politik untuk maju lewat parpol terlalu mahal. Katanya, dirinya harus bayar mahar Rp100 miliar hingga Rp 200 miliar untuk bisa didukung satu partai.

Biaya itu antara lain untuk biaya mencari dukungan dari mulai kelurahan hingga tingkat provinsi. Untuk satu kelurahan, misalnya, kira-kira perlu suntikan dana kurang-lebih Rp 10 juta per bulan, yang akan digunakan untuk menyewa mobil, konsumsi, dan biaya operasional lain. Kalau ada 267 kelurahan dan dihitung dalam 10 bulan, dana yang dibutuhkan sudah miliaran rupiah.

Terkait pernyataan Ahok tersebut, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Andreas Hugo Pareira menyatakan, dirinya penasaran dari mana Ahok bisa mengetahui adanya mahar politik tersebut. Andreas pun menjadi menduga-duga, jangan-jangan Partai Nasdem mendukung Ahok karena Ahok sudah memberikan Rp 100 miliar. “Coba tanya Partai Nasdem yang sekarang sudah mengusung dia. Jangan-jangan sudah terima Rp 100 miliar dari Ahok,” kata Andreas, Jumat kemarin (11/3/2016).

Andreas mengungkapkan, ketika PDI Perjuangan menduetkan Joko Widodo dan Ahok di Pemilihan Gubernur DKI tahun 2012, tidak pernah partainya meminta mahar. “Kami yang keluarin duit kampanye dari kampung ke kampung,” ujar Andreas.

Di tempat terpisah,  Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga ketika ditanya wartawan soal uang mahar itu dengan tegas membantah. Bahkan, ia bersumpah dengan menyebut nama Allah.  “Tidak begitu ceritanya. Demi Allah, dahulu saya tidak diminta-minta mahar. Saya tidak kasih satu rupiah pun. Saya yakin Pak Ahok juga tidak dimintai uang,” ujar Rismaharini di depan wartawan di Balai Kota Surabaya, Jumat kemarin juga.

Lebih lanjut Risma mengatakan, di tingkat struktur PDI Perjuangan paling bawah pun, seperti ranting (tingkat kelurahan) dan anak ranting (tingkat RW), tidak ada permintaan mahar. Risma mengaku, sebagai kader baru di PDI Perjuangan, dirinya juga bergerak bersama dengan pengurus anak cabang dan ranting. “Jadi, tidak ada yang saya kasih uang. Coba dicek. Tanya mereka, ada atau tidak terima uang dari saya,” katanya.

Diceritakan Risma, dalam Pilkada Surabaya 2015 yang lalu, dirinya juga turun bersama mesin partai PDI Perjuangan, yang cukup bisa diandalkan. Meski survei mengatakan elektabilitasnya tinggi, Risma tidak ingin maju lewat independen. Karena, menurut dia, jabatan adalah amanah. “Fatsun-nya, di agama itu tidak boleh meminta jabatan. Kenapa saya tidak independen? Kalau saya independen, berarti saya punya nafsu untuk cari jabatan itu. Kemudian, saya diberikan kepercayaan. Nah, itu bagian dari amanah. Jadi, bedanya di situ,” ungkap Risma. [CHA/JAN/TAB/PUR]