oleh Dr. Ir. Indra Iskandar
Sekretaris Jenderal DPR RI

Koran Sulindo – Gaung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, menggelegar. Rakyat bersorak. Bendera merah putih berkibar di mana-mana. Mesir, negara pertama yang langsung mengakuinya. Disusul Palestina dan Saudi Arabia. Lalu diikuti pengakuan dari negara-negara Islam lain seperti Irak, Iran, Afghanistan, dan Suria.

Negara-negara Eropa? No. Tak mengakui. Karena mereka solider kepada Belanda yang masuk blok Sekutu, pemenang Perang Dunia kedua. Itulah sebabnya, ketika Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan RI, Belanda menolaknya. Apalagi wilayah yang diklaim Republik Indonesia, negara baru itu, luas sekali. Dari Sabang sampai Merauke. Belanda yang sudah tiga setengah abad merasa “menguasai” Indonesia Timur, jelas menolak mentah- mentah klaim wilayah RI yang amat luas tersebut.

Dalam pikiran Belanda, jika pun mau merdeka, wilayah Indonesia harusnya hanya Pulau Jawa dan Sumatera saja. Bahkan Jawa pun inginnya dipecah, sehingga Indonesia hanya menguasai Jawa Tengah. Ini terlihat dari hasil perjanjian Renville, 8 Desember 1947 – 17 Januari 1948. Belanda hanya mengakui kedaulatan Indonesia di Jawa Tengah, DIY, dan Sumatera. Jawa Barat, Jawa Timur, dan Madura lenyap. Aneh kan? Indonesia tak bisa berbuat banyak dalam Perjanjian Renville. Karena Belanda sudah hampir menguasai kembali seluruh Indonesia dengan jalan membentuk negara-negara boneka.

Baca juga: Bung Karno Sang Arsitek

Salah satu negara “boneka” itu adalah Negara Indonesia Timur. Disingkat NIT. Kaum republikan, ketika NIT berdiri, mengolok-ngolok; NIT singkatan dari Negara Ikut Tuan. Tuan Belanda.

NIT dibentuk pada Konferensi Malino, Sulawesi Selatan pada 16-22 Juli 1946 dan Konferensi Denpasar pada 7-24 Desember 1946. Dua konferensi rekayasa Belanda itu bertujuan mendirikan negara bagian yang kuat untuk menyaingi Republik Indonesia di Jawa. Wilayah NIT sangat luas. Meliputi Sulawesi Selatan, Minahasa, Kepulauan Sangihe, Talaud, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengggara, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor, Kepulauan Maluku Selatan, dan Maluku Utara.

NIT didirikan untuk menyaingi dan memaksa Republik Indonesia menerima bentuk negara federal. Tujuan di balik itu, jelas: Belanda sengaja mengecilkan wilayah Republik Indonesia. Sehingga RI hanya salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Jika suara mayoritas di RIS ingin menyingkirkan RI, Belanda yakin, jalannya akan mudah. Sebab, hampir semua anggota negara RIS, yang jumlahnya 15, adalah boneka Belanda.