Koran Sulindo – Kritik dan keberatan yang disampaikan berbagai pihak atas penunjukan eks terpidana Izedrik Emir Moeis sebagai komisaris PT Pupuk Iskandar Muda, ditepis Nusron Wahid.
Dalam keterangannya akhir pekan lalu, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, posisi Emir yang pernah menjadi narapidana tidak menghalangi haknya untuk menjadi komisaris di salah satu perusahaan plat merah.
Sebab, katanya, sebagai warga negara, Emir sudah menjalani hukuman itu secara serius untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Emir Moeis pun sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya pada masa lalu, dengan hukuman dipenjara. Saya kira tidak ada orang jahat seumur hidup,” ungkapnya.
Baca juga: DPR tentang Penunjukan Emir Moeis Jadi Komisaris Anak BUMN: Tak Ada Orang Jahat Seumur Hidup
Nusron juga menilai, Emir memiliki kapasitas dan pengalaman yang dibutuhkan oleh Menteri BUMN untuk membantu pengembangan BUMN. Dirinya pun meminta Emir diberikan kesempatan dan kepercayaan untuk bekerja.
Apalagi, jelas Nusron, tidak ada peraturan yang salah dan yang dilanggar oleh Menteri BUMN dalam keputusannya mengangkat Emir Moeis sebagai komisaris anak usaha BUMN PT Pupuk Indonesia.
Menurut Nusron, keputusan itu tidak melanggar UU No 19 Tahun 2003 Tentang BUMN dan Permen BUMN No 4 Tahun 2020, tentang Pengangkatan Direksi dan Komisaris Anak Perusahaan.
Seperti diketahui, Izedrik Emir Moeis ditunjuk jadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda diketahui berdasarkan informasi di website Pupuk Iskandar Muda, pim.co.id. Di situ tertulis Emir Moeis duduk menjadi komisaris perseroan terhitung sejak 18 Februari 2021.
Baca juga: Emir Moeis: Akhirnya Sejarah Membuktikan Kebenaran
Lantas, kritik dan keberatan bermunculan datang dari berbagai pihak. Misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan keputusan penunjukkan Emir Moeis tersebut.
Penunjukkan Emir menjadi polemik sebab pernah tersandung kasus korupsi. “Kami mendesak agar Menteri BUMN membatalkan keputusan kontroversial tersebut,” kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo kepada wartawan.
Menurutnya, jabatan publik seperti komisaris yang membawahi perusahaan milik negara membutuhkan standar etika dan integritas yang tinggi. “Berbagai aturan telah menegaskan pentingnya standar tinggi para pejabat publik,” katanya.
Namun, alasan yang dikemukakan ICW hanyalah alasan kepatutan dan etika, yang tak bisa menjadi dasar pembatalan suatu keputusan. Sebab, seperti kata Nusron, tidak ada peraturan yang dilanggar oleh Menteri BUMN dalam penunjukkan Emir tadi. [CAK]