Ilustrasi: Suasana penggerebekan/Bareskrim Polri

Koran Sulindo – Sebuah pabrik kosmetik ilegal yang bertempat di sebuah rumah di Jl Balaidesa, Jatirasa, Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat digrebek jajaran Polda Metro Jaya.

“Pengungkapan bahan berbahaya jenis kosmetik yang tidak memiliki izin edar,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus di lokasi penggerebekan di Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (29/1).

Dalam penggerebekan tersebut, polisi mengamankan sebanyak 12 tersangka, salah satunya adalah pemilik pabrik yang berinisial CS. Sedangkan 11 tersangka lain merupakan karyawan pabrik.

Ditegaskan Yusri, pabrik tersebut bukan memalsukan merek yang sudah ada di pasaran, namun membuat merek kosmetik baru namun tidak mempunyai izin edar.

Pabrik yang digerebek polisi tersebut telah beroperasi sejak pertengahan 2020. Meski demikian tersangka CS mengaku sudah beroperasi sejak 2018.

“Yang bersangkutan mengontrak di sini sejak 2020 bulan enam. Tetapi beroperasi sejak tahun 2018, kurang lebih tiga tahun,” tambah Yusri.

Pabrik kosmetik tak berizin tersebut dipasarkan secara daring dan melalui sejumlah reseller. Produk kosmetik tersebut diketahui telah dipasarkan ke berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Pabrik kosmetik ilegal tersebut, kata Yusri memproduksi hingga 1.000 bungkus masker wajah dengan omzet mencapai Rp100 juta per bulan.

“Omzet setiap bulan ini kurang ĺebih sampai Rp100 juta,” kata Yusri.

Setiap harinya pabrik rumahan tersebut menghabiskan 50 kilogram bahan baku dengan kapasitas produksi mencapai 1.000 sachet masker dalam sehari.

Masker yang tidak mempunyai izin edar tersebut juga dijual dengan harga murah baik secara daring maupun melalui reseller.

“Per kilogram Rp60 ribu, Rp2.500 sampai Rp3.000 per bungkus,” ujar Yusri.

Pabrik tersebut tidak memalsukan merek yang sudah ada di pasaran, namun membuat merek kosmetik baru namun tidak memiliki izin dari BPOM.

Atas perbuatannya para tersangka dijerat dengan Pasal 36 UU RI tahun 2009 dan atau Pasal 97 sub Pasal 196 juncto 106 KUHP tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar. [WIS]