Koran Sulindo – Pembangunan MRT Jakarta fase 2 terancam molor akibat beberapa kendala yang terjadi di pengerjaan paket kontrak. Terdapat kendala atas pengadaan paket kontrak CP202, CP205, dan CP206.
“Salah satu penyebabnya karena pandemi Covid-19 yang tengah melanda sehingga menyebabkan risiko tinggi terhadap keseluruhan proyek MRT Jakarta Fase 2,” ujar Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar dalam keteranganya, Minggu (18/10).
Kendala untuk CP 202 pembangunan Stasiun Harmoni-Mangga Besar, kata William mengakibatkan proyek strategis nasional itu molor hingga pertengahan 2027.
Kendala dari CP 202 adalah para peserta lelang pengerjaan proyek meminta waktu penyelesaian proyek yang lebih panjang karena selain Covid-19, dalam evaluasi ditemukan juga risiko yang tinggi dalam konstruksi di lapangan.
Kemudian kedua ditemukan untuk proyek CP 205 terkait perkeretapian dan rel. Para peserta lelang meminta perpanjangan waktu karena adanya isu kebijakan penggunaan produk komunikasi tertentu yang tidak bisa disediakan kontraktor Jepang, dan kendala terbaru yang ditemukan adalah peserta lelang melihat adanya risiko interfacing antar pekerjaan paket sipil dan paket sistem perkeretaapian.
Meski begitu, PT MRT Jakarta memutuskan tanggal pemasukan penawaran CP205 di tanggal 26 Oktober 2020 dan telah meminta konfirmasi kesediaan para peserta lelang untuk memasukkan penawaran pada tanggal tersebut.
Sebagian peserta lelang, ujar William, telah memberikan konfirmasinya pada hari ini untuk mengupayakan yang terbaik guna memasukkan penawaran pada 26 Oktober 2020.
“Kami meminta komitmen penuh dan realisasi dari para Peserta Lelang untuk dapat memasukkan penawaran pada batas waktu yang telah ditentukan tersebut,” ujar William.
Kendala terakhir untuk CP 206 adalah meski sudah seringkali dipromosikan kepada kontraktor-kontraktor Jepang untuk pengadaan kereta di MRT Jakarta fase 2, namun tidak ada ketertarikan dari para kontraktor Jepang terlibat dalam proyek CP206.
“Kondisi seperti ini terjadi karena pembangunan MRT Fase 2 dibiayai oleh JICA ODA Loan dengan skema Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan) sehingga sangat terikat dengan kriteria Kontraktor Utama harus berasal dari Jepang. Namun demikian, ternyata Kontraktor Jepang terlalu konservatif dan tidak siap untuk mengambil resiko pembangunan di area Fase 2,” ujar William.
Karena itu William mengharapkan Pemerintah Jepang melalui JICA dapat mendorong para kontraktor-kontraktor untuk sektor rolling stok terlibat dalam pembangunan MRT fase 2.
“Jika minat pelaku industri di Jepang kurang maka opsi pengadaan melibatkan kontraktor internasional lainnya dari luar Jepang kiranya dapat dibuka dan disetujui bersama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang,” kata William.
Diketahui, saat ini pembangunan MRT Jakarta fase 2 sudah mulai dikerjakan lewat CP201 untuk pengadaan Stasiun Thamrin dan Stasiun Monas yang sudah rampung sebanyak 8,3 persen. [WIS]