Koran Sulindo – Kondisi keamanan siber di Indonesia pada 2020 lebih baik dari tahun lalu ketimbang pada tahun sebelumnya. Hal itu berdasarkan data pada penilaian terhadap 76 negara.
“Pada penilaian 2019 Indonesia berada pada ranking kedua terburuk setelah Algeria, namun segera membaik pada 2020, pada peringkat 21,” ujar Kepala Sub Direktorat Identifikasi Kerentanan dan Penilaian Risiko Infrastruktur Informasi Kritikal Nasional III Badan Siber dan Sandi Negara Sigit Kurniawan, Kamis (24/9).
Kondisi keamanan siber di Indonesia juga membaik menurut data dari ITU mengenai Global Cybersecurity Index yang melakukan penilaian terhadap 194 negara. Pada 2017 Indonesia menempati posisi 70 dan meningkat pada penilaian tahun 2018 dengan berada pada posisi 41. Aspek yang dinilai, antara lain legal, technical, organizational, capacity building dan cooperation.
Meski demikian, data dari pusat operasi keamanan siber nasional BSSN menunjukkan terjadinya kenaikan serangan siber secara tahun-ke-tahun dari Januari hingga Agustus.
“Serangan siber dari Januari hingga Agustus 2019 sebanyak 39.330.231, dan pada periode yang sama di tahun 2020, total serangan sebanyak 189.937.542 atau hampir lima kali lipat kenaikannya,” kata Sigit.
Untuk kasus data breach sepanjang periode Januari hingga Agustus 2020, terdapat 36.771 akun data yang tercuri, di sejumlah sektor, termasuk sektor keuangan. Sementara itu, penetrasi pengguna internet di Indonesia saat ini sebesar 64 persen.
“Ini menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar tersendiri, baik yang positif untuk kegiatan dunia maya, maupun menjadi kerawanan tersendiri juga untuk keamanan siber,” kata Sigit.
Terhadap kondisi siber Indonesia terkait spam dan phishing, pada 2019 Indonesia menempati urutan ketiga dari 20 negara yang paling banyak terkena spam botnet dengan presentasi 5,8 persen dari total.
Selanjutnya, dilihat dari peta serangan phishing kuartal kedua 2020, Indonesia mengalami serangan phishing sebesar 7,6 persen dari total penduduk atau berada pada level moderate.
Untuk aduan siber pada periode Januari hingga September 2020, paling banyak terkait konten negatif dengan jumlah 1048 aduan, diikuti kasus penipuan online sebanyak 649 aduan.
“Data BSSN 2020, memperlihatkan kerentanan dari sektor bank bahwa kerentanan siber terbesar ada pada minimnya security awareness dengan persentase 49 persen,” kata Sigit.
Hal ini, menurut Sigit, sejalan dengan data ISM bahwa elemen kunci pada manusia menyumbang 50 persen dibanding elemen proses dan teknologi.
“Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki perang yang penting keamanan siber dibanding kecanggihan teknologi, maupun ketatnya pengawasan terhadap proses atau prosedur,” ujar Sigit.
Adapun aspek yang dinilai, yakni persentase serangan malware pengguna di sektor keuangan, persentase komputer yang terkena malware, persentase serang botnet dari daerah asal, persentase serangan cryptominers atau sindikat penambang cryptocurrency atau mata uang digital, kesiapan dari serangan siber dan kebijakan atau policy. [WIS]