Ilustrasi vape [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo — Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya membongkar diduga sindikat lintas provinsi produsen dan pengedar cairan rokok elektrik vape mengandung narkotika jenis tembakau gorila.

“Ini pengungkapan industri rumahan cairan vape (‘home industry liquid vape’) dan tembakau gorila oleh sindikat antar provinsi,” kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Nana Sudjana di Mapolda Metro Jaya, Senin (29/6/2020).

Irjen Nana mengatakan lokasi pabrik cairan vape sindikat ini berada di wilayah Bali dengan wilayah pemasaran tersebar di sejumlah provinsi.

“Sindikat antar provinsi ini, berdasar keterangan mereka (tersangka), berkisar dari dari Jakarta, Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan Sulawesi dan Maluku serta Bali, sedangkan industri rumahan sendiri berada di wilayah Bali,” tutur Nana.

Nana mengatakan sindikat ini terungkap berkat tertangkapnya satu orang tersangka pada 12 Juni 2020 di Cawang, Jakarta Timur dengan barang bukti lima botol berisi cairan narkotika.

Penangkapan tersebut dikembangkan yang berhasil menangkap lima orang tersangka di wilayah Denpasar, Bali. Salah satu lokasi penangkapan tersangka di wilayah Kuta ternyata berhasil membongkar pabrik cairan vape yang mengandung tembakau gorila.

Dari lima TKP penangkapan tersebut petugas berhasil menyita tembakau gorila sebanyak 24 kilogram, 500 gram canabinoid atau biang tembakau gorila dan tujuh liter cairan vape.

Dalam pengungkapan tersebut petugas berhasil mengamankan tujuh orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.

Nana mengatakan, sindikat produsen dan pengedar cairan rokok elektrik vape yang mengandung narkotika jenis tembakau gorila itu meraup keuntungan transaksi hingga miliaran rupiah melalui penjualan secara daring.

Berdasarkan pengakuan para tersangka yang berhasil diamankan, sindikat ini baru enam bulan memproduksi dan memasarkan cairan vape isi narkoba, namun berhasil meraup keuntungan hingga miliaran rupiah.

“Dari hasil keterangan para tersangka, industri rumahan ini baru mulai Januari 2020. Omzetnya cukup besar, sudah miliaran tergantung bagaimana mereka edarkan secara daring,” kata Irjen Nana.

“Yang menarik lagi adalah sindikat ini dikendalikan napi. Narapidana lapas yang memang berada di Lapas Bali,” ujar Nana menambahkan.

Tujuh orang ini kini dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 Subsider Pasal 112 ayat 2 Juncto Pasal 132 Ayat 2 UU RI no 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman penjara minimal lima tahun maksimal 20 tahun dan atau seumur hidup. [WIS]