Koran Sulindo – Hukuman 7 tahun 6 bulan penjara tak membuat TR (25) jera dalam melakukan aksi pencabulan terhadap anak dibawah umur.

Pria yang mengidap pedofilia ini melakukan aksi ‘Grooming’ yakni meyakinkan korban mengirimkan gambar dan video telanjang melalui Instagram.

TR diduga telah melakukan aksi ini selama dua tahun saat dirinya berada di dalam penjara salah satu LP di Jawa Timur. Korbannya mencapai 50 orang mulai dari pelajar kelas V, VI, SMP dan SMP.

Aksi pelaku baru diketahui dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menerima dua laporan dari guru. Setelah menerima laporan tersebut, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim berhasil mengungkap aksi TR melakukan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual tersebut.

Wakil Direktur Tipid Siber, Kombes Asep Saefruddin mengatakan tersangka ditangkap pada 9 Juli 2019 kemarin. Pada saat diperiksa, TR sempat mengelak telah melakukan kejahatan.

Namun berdasarkan barang bukti pemeriksaan digital forensic berupa ribuan foto dan video para korban yang tersimpan di telepon seluler miliknya dan beberapa email. Hingga pelaku akhirnya mengakui kepada penyidik Subdit I bahwa korbannya mencapai 50 orang anak.

“Hasil penelusuran kami lebih dari 1300 foto dan video. Semua anak-anak tanpa busana.  Yang teridentifikasi ada 50 anak dengan identitas berbeda. Saya yakin korban lebih dari itu,” kata Asep saat menggelar konferensi pers di Bareskrim, Jakarta, Senin (22/7).

Lebih jauh mengenai bagaimana tersangka bisa melakukan aksi grooming tersebut, yakni mencari informasi di Instagram tentang korban dengan kata kunci SD, SMP dan SMA untuk menemukan akun guru dan anak terutama yang tidak privat.

Kemudian tersangka membuat akun mirip ibu guru tersebut. Lalu ketiga melakukan aksinya dengan dalih nilai atau memberikan nilai jelek jika menolak.

Selain itu TR juga meminta nomor WA korban untuk melakukan perbuatan seronok tersebut. “Chat pribadi melalui dm (direct messages) dan chat Whatsapp sebagai sarana tersangka memberika instruksi dan menerima konten pornografi dari korban,” ungkapnya.

Sementara Kanit IV Subdit I, AKBP Rita Wulandari Wibowo menambahkan belum ada keterkaitan tersangka dengan sindikat pedofilia.

Motif tersangka lantaran dipicu dorongan memenuhi hasrat demi kepuasan pribadi dengan hanya memandangi foto  dan video anak tersebut.

“TR juga terpengaruh narkoba, pikiran kosong dan adanya latar belakang buruk yaitu sering ditolak perempuan sehingga berguru ilmu pengasihan dan pesugihan di beberapa kota,” ucapnya.

Menurut Rita yang terpenting adalah melakukan identifikasi guna menemukan keberadaaan korban sehingga bisa dilakukan rehabilitasi agar menghilangkan trauma yang dialami para anak yang menjadi korban TR.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menjelaskan pelaku kekerasan di dunia maya harus ditindak tegas agar konten dan prilaku kekerasan di dunia maya tidak lagi ditemukan.

“Ini tentu membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Tapi yang paling utama adalah orang tua, mereka harus mampu mengawasi aktivitas anak ketika berselancar di dunia maya,” kata Rita dalam keterangan tertulisnya.

Dirinya juga meminta agar Dirjen Pas melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap warga binaannya. Karena kasus ini berlangsung di lapas.

Tuntutan hukuman maksimal melalui jeratan UU Perlindungan Anak Pasal 76 E, UU ITE, dan pemberatannya penting dilakukan. Hal ini karena tindakan tersebut merupakan tindak pidana pengulangan dan korban lebih dari satu.

Hukuman maksimal sudah semestinya diterapkan untuk melindungi anak Indonesia.

Kemen PPPA Minta Pelaku Diberi Hukuman Berat dan Dipasang Alat Pendeteksi

Sementara dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Hasan Umar menegaskan TR harus diberikan hukuman paling berat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Sebab tersangka melakukan pengulangan tindak pidana dan korbannya lebih dari satu.

“Harus ada pemberatan ditambah sepertiga dari pidana pokok 10 sampai 20 tahun,” ucapnya.

Selain itu untuk pelaku pedofil ini juga harus diberi hukuman tambahan yakni pengumuman identitas pelaku. Kemudian juga pemasana alat pendeteksi elektronik serta rehabilitasi terhadap pelaku.(YMA)