Koran Sulindo – Empat tahun menyandang tersangka kasus korupsi pengadaan BBM high speed diesel (HSD) atau solar tahun anggaran 2010-2014, bekas Direktur Utama PLN, Nur Pamudji akhirnya ditahan Bareskrim.
Penahanan dilakukan untuk proses tahap dua, setelah berkasnya dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Agung pada 14 Desember 2018 lalu.
Penahanan terhadap Pamudji itu baru dilakukan pada Rabu (26/6) kemarin.
“Kita harus menyampaikan sekarang berkas sudah P21 kita melakukan penahanan tersangka dan langkah selanjutnya proses tahap dua penyerahan barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan Agung,” kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim, Kombes Djoko Purwanto, Jumat (28/6).
Diterangkannya alasan berkas tersangka baru P21, karena harus membuktikan perbuatan melawan hukum yang dilakukan tersangka dengan pasal yang disangkakan yakni Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipidkor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Djoko mengatakan pada saat kejadian, Nur Pamudji menjabat sebagai Direktur Energi Primer PT PLN. Tersangka sambungnya mengadakan pertemuan dengan Presiden Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratno.
“Pertemuan untuk nantinya mengatur bahwa TPPI yang akan memasok, pasokan solar kepada PLN untuk lokasi PLTGU Tambaklorok dan PLTGU Belawan. Sudah ada pembicaraan mengenai kebutuhan berapa kesanggupan untuk TPPI melakukan pemasokan dengan tujuan akhirnya TPPI itu akan dimenangkan dalam proses lelang. Kenapa itu berpengaruh dalam pembuktian pidananya, karena diujungnya sudah diatur,” terangnya.
Djoko mengatakan TPPI tidak memiliki kemampuan untuk memasok solar. Untuk memuluskan proses lelang, maka Honggo membuat PT Tuban Konsorsium, gabungan perusahan-perusahaan.
Dalam proses pengadaan yang dilakukan oleh panitia pengadaan di PT PLN atas perintah tersangka, PT Tuban dimenangkan untuk memasok solar dengan jangka waktu empat tahun, dari 2010 sampai 2014. Namun perusahaan tersebut hanya bisa memasok selama sebelas bulan, tidak sesuai dengan kontrak.
Sehingga dengan kegagalan pasokan itu, PLN harus membeli dari pihak lain dengan nilai yang lebih tinggi yang mana mengakibatkan negara mengalami kerugian.
“Kenyataan bahwa tersangka memutus kontrak. kalau memutus kontrak berarti tidak dilakukan lagi kewajibannya (Tuban Konsorsium), maka diputus kontrak ini. Ierbuatan melawan hukum antara tersengka dengan penyertaan PLN harus membayar lebih mahal, kalau dari BPK, hasil perhitungan kerugian negara mencapai Rp188 miliar,” kata Djoko.
Dalam kasus ini Djoko mengatakan telah memeriksa 60 saksi, ahli, ahli barang dan jasa serta ahli keuangan negara
berkas ini sudah dilakukan pemeriksaan 60 orang, barang dan jasa, ahli, ahli keuangan negara pekerjaan berat. sebelum kita menghitung kerugian negara harus memuktikan ruang lingkup keuangan negara. pemeriksaan tsk, sudah penyitaan dokumen.
“Ini pekerjaan berat. Sebelum kita menghitung kerugian negara, harus membuktikan ruang lingkup keuangan negara. Pemeriksaan tersangka dan penyitaan dokumen,” tuturnya.
“Bayangin kalo kita melakukan penahanan, kasus itu dari tahun 2015, 4 tahun. Dalam penahanan itu, kalimat dapat itu subjektif dan objektif,” ujarnya ketika ditanya tidak dilakukan penahanan Pamudji sejak dijadikan tersangka.(YMA)