Koran Sulindo – Subdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengungkap empat sindikat perdagangan orang dengan modus pengiriman tenaga kerja Indonesia ke beberapa negara di Timur Tengah dan Eropa.

Empat jaringan yang diungkap itu telah mengirimkan sekitar 1.500 TKI ke luar negeri secara ilegal.

“TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang diungkap Bareskrim ini adalah kasus terbesar yang pernah diungkap Polri, karena korbannya lebih dari seribu orang,”  kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jakarta, (9/4).

Dalam kasus ini, polisi telah menahan delapan orang tersangka dari empat jaringan yang berbeda yakni jaringan Maroko dengan tersangka Mutiara dan Farhan, jaringan Turki dengan tersangka Erna Rachmawati alias Yolanda dan Saleha.

Sementara itu untuk jaringan Suriah polisi menangkap Abdul Halim alias Erlangga, dan jaringan Arab Saudi dengan tersangka Neneng Susilawati, Abdalla Ibrahim, dan Faisal Husein Saeed.

Di tempat yang sama, Direktur Tipidum Bareskrim, Brigjen Herry Rudolf Nahak mengatakan, jaringan Maroko diperkirakan telah memberangkatkan sekitar 500 TKI ke luar negeri secara ilegal. Perekrutan masing-masing dilakukan oleh tersangka Mutiara sebanyak sekitar 300 orang dan Faisal sebanyak 200 orang.

“Korban diambil kebanyakan dari Sumbawa, NTB. Kemudian dibawa ke Lombok-Jakarta-Batam-Malaysia-Maroko,” kata Dedi.

Modus sindikat ini menawarkan para korban bekerja sebagai asisten rumah tangga dengan penghasilan antara Rp3,5 juta hingga Rp5 juta per bulan.

Akan tetapi, tidak sedikit dari mereka dikirim berbagai negara. Namun tidak sedikit TKI yang dikirimkan ke luar negeri justru menjadi korban kekerasan dan tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja.

“Total keuntungan yang mereka kumpulkan sejak 2016-2019 mencapai kurang lebih Rp 900 juta,” tuturnya.

Lebih lanjut jaringan Turki dengan tersangka Erna dan Saleha diketahui telah memberangkatkan sekitar 210 TKI ilegal. Modusnya pun sama. Hanya saja para korban dijanjikan bisa memperoleh penghasilan sampai Rp7 juta.

Dari pengiriman pekerja migran  tersebut, kedua tersangka telah meraup keuntungan sekitar Rp160 juta sejak 2018.

Lalu, untuk jaringan Suriah, anak buahnya telah meringkus tersangka bernama Abdul Halim. Dia diketahui telah memberangkatkan sekitar 300 TKI ilegal ke sejumlah negara di Timur Tengah.

Modus pelaku, tidak menyebutkan Suriah sebagai tujuannya tempat bekerja. Awalnya mereka dikirim ke beberapa negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Dubai, namun pada akhirnya dipekerjakan di Suriah.

Pelaku diketahui mendapat keuntungan hingga Rp3 juta per orang. Dengan begitu, tersangka telah meraup keuntungan sekitar Rp900 juta sejak beroperasi pada 2014.

Terakhir, Herry mengatakan untuk jaringan Arab Saudi telah menangkap tiga tersangka yakni Neneng Susilawati dan dua WNA  asal Ethiopia yakni Faisal Hussein dan Abdalla Ibrahim. Bahkan kedua WNA tersebut adalah pengungsi di Indonesia yang diamankan karena terlibat people smuggling atau penyelundupan orang.

Masing-masing pelaku diketahui telah mengirim TKI ilegal sejak 2017 sekitar 200 orang.  “Di jaringan Arab Saudi, mereka dapat keuntungan Rp 3 juta per-orang dan total dapat Rp 600 juta sejak 2017,” kata dia.

Herry menambahkan bahwa para pekerja migran yang berangkat secara non prosedural baru bisa terungkap, apabila mereka mengalami persoalan seperti kekerasan dan tidak dibayarkan gajinya.

“Mereka kabur dan mengadu ke KBRI. Dari sana kita baru mengetahui bahwa ada persoalan pekerja migran non prosedural. Baru kita melakukan pengungkapan. Karena di pasal-pasal undang-undang (TPPO) mengatur harus adanya korban,”terangnya.

Akibat perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Pasal 81 UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.(YMA/TGU)