Koran Sulindo – Pasca debat kedua ada konferensi pers Timses untuk menyampaikan pandangan dan penilaian atas debat. Malam itu, Sudirman Said, mantan menteri Jokowi yang sekaligus Direktur Materi dan Debat BPN, menyampaikan komentar dengan nada datar, kurang bersemangat, dan wajahnya tampak memancarkan kegalauan hebat. Seolah menjadi pengakuan bahwa kandidat yang didukungnya kalah debat, ia lantas menggeser isu ke kejujuran. Barangkali juga untuk menutupi ia kedodoran dan lalai mengasupi Prabowo dengan data dan pertanyaan maut. Sejak itu, amplifikasi akurasi data bergema, lalu menjadi tuduhan kebohongan.
Tak puas, Mantan Menteri ESDM ini mengorek kisah lama rencana pemberian ijin PT Freeport Indonesia. Ia jelas menyerang dan memojokkan Presiden Jokowi dengan menuduh melakukan pertemuan rahasia dengan Jim Moffet, petinggi Frepport McMoran. Sejatinya banyak orang, termasuk pelaku usaha, mengapresiasi dan percaya bahwa Sudirman berkinerja cukup baik, termasuk dapat berpikir jernih dan bersikap objektif mengenai isu Freeport. Ia pun lekat dengan sematan figur berintegritas lantaran rekam jejaknya yang panjang di isu anti-korupsi.
Celakanya, ia sedang menebar angin dan barangkali terlampau cepat menuai badai. Adalah Majalah TAMBANG edisi November 2015 yang mendokumentasikan wawancara panjang lebar dengannya, khusus soal Freeport. Jika membaca wawancara itu, ia jelas tampak sebagai pembantu Presiden yang jernih, jujur, dan loyal. Waktu itu, tak ada sama sekali perbedaan dengan Presiden, bahkan ia mendukung penuh.
Ditanya tentang pertemuan Presidan dengan Moffet yang terkesan rahasia, Sudirman menangkis taktis,“Presiden menjalankan tugas negara, dan itu bukan merupakan operasi rahasia. Itulah cara beliau mengurangi kegaduhan. Akan salah kalau Presiden dan Moffet membuat kesepakatan sendiri, baru kemudian mengundang saya. Presiden ketika bertemu Moffet selalu mengajak menteri teknisnya. Saya sebagai menteri teknis berkewajiban menindaklanjuti.”
Sudirman pun gamblang menerangkan bahwa Presiden dan dia biasa bertemu chairman perusahaan-perusahaan sektor energi dan SDA, hal yang lumrah. Bahkan ia menyampaikan apresiasi petinggi Freeport kepada Pemerintah Indonesia, yaitu Presiden dan Menteri ESDM, karena perlakuan yang profesional. Jelas tersirat peran besar Meteri ESDM dan jajarannya dalam proses yang bagus ini.
Kini Sudirman mengatakan yang sebaliknya, bahwa Presiden Jokowi dan Moffet melakukan pertemuan rahasia, berbalik 180 derajat dengan ucapannya sendiri pada November 2015. Tak cukup di situ, ia pun menuduh kesepakatan dengan PTFI lebih menguntungkan Freeport dan seolah ia hanya juru ketik yang didikte. Bertentangan dengan klaimnya sendiri pada 2015, ketika ia mendaku diapresiasi oleh Freeport karena kerja profesional. Dan saya percaya itu, saya percaya Sudirman Said pada November 2015 yang waras, lugas, dan berintegritas.
Jika kini, saat suhu politik menghangat, ia menyemburkan tudingan yang berlawanan dengan ucapannya di kala situasi tenang, teduh penuh persahabatan, kira-kira mana yang benar? Apakah ia sedang berusaha menebus dosa atas kegagalannya menyajikan materi debat yang berbobot hingga Prabowo menjadi mati kutu di atas panggung? Bukankah jika ucapannya benar, itu akan menjadi pertanyaan debat maha-dahsyat yang akan berpotensi membuat Jokowi kena skak mat? Ataukah ia sedang mempertontonkan bawah sadarnya, endapan kekecewaan pada Jokowi yang memberhentikannya sebagai pembantu Presiden?
Banyak spekulasi. Tapi saya hanya ingin menyodorkan cermin, yakni ucapan Mas Dirman sendiri di Majalah TAMBANG. Apapun pilihan politik saat ini, saya rasa Mas Dirman patut berbangga karena Menteri Jonan, Rini Soemarno, dan Sri Mulyani menuntaskan sengkarut kasus Freeport dengan menapaki jalan yang telah dirintisnya.
Saya lantas teringat waktu kita berdua ngopi di sebuah sudut Jakarta, pasca reshuffle. Mas Dirman tampak legawa, berbesar hati, dan jernih. Ia menyadari realpolitik yang tak musti berpihak, bahkan pada orang baik. Bahkan Anda menyatakan Jonan baru saja menelpon dan siap membantu. Saya percaya itu. Belakangan ketika Anda terjun ke politik praktis untuk menjemput takdir pengabdian, saya bisa memaklumi. Ada harapan besar Anda dapat menjadi warna tersendiri sekaligus menjadi basis legitimasi moral kubu oposisi.
Apa lacur, Anda justru gemar menebar angin. Sejauh saya catat, Presiden Jokowi tak pernah berbicara negatif tentang Anda. Filosofi ‘mikul dhuwur mendhem jero’ dipegang erat, sebagai sahabat. Kini, Sudirman Said diuji oleh semburan ucapannya. Sejauh mana publik masih dapat meyakini klaim Anda sebagai punggawa integritas dan penjaga moral bangsa? Waktu belum terlambat untuk kembali ke jalur kewarasan. Tanpa klarifikasi yang jujur, saya khawatir teka teki ini akan menjebak Anda pada pilihan sulit: Anda penjilat atau pendusta? [DAS/Tulisan ini disalin dari Akun Facebook Yustinus Prastowo]