Koran Sulindo – Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, diduga mempunyai peran penting dalam kasus pengaturan skor sejumlah pertandingan sepakbola nasional.
“Dia mengatur jadwal, mengatur perangkat pertandingan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Polisi belum bisa menyimpulkan Joko sebagai dalang skandal pengaturan skor sepakbola, walau ia telah ditetapkan sebagai tersangka pencurian dan perusakan barang bukti.
“Harus berdasarkan fakta hukum, tidak boleh terburu-buru. Asas praduga tidak bersalah harus dijunjung tinggi,” kata Dedi.
Joko diduga berupaya menghilangkan sejumlah barang bukti dengan menyuruh 3 orang untuk mengambil barang bukti dari ruang Komisi Disiplin PSSI, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan yang sebelumnya telah diberi garis polisi. Salah satu dokumen yang berusaha dihilangkannya adalah dokumen pengaturan skor pada pertandingan Persibara Banjarnegara versus PS Pasuruan di Liga 3.
Selain Joko Driyono, petinggi PSSI lainnya yang menjadi tersangka adalah anggota Komite Eksekutif (exco) sekaligus ketua Aspov PSSI Jawa Tengah Johar Lin Eng dan anggota Komisi Disiplin Dwi Irianto alias Mbah Putih. Mantan anggota Komite Wasit Priyanto, anak Priyanto yakni Anik Yuni Artika Sari, wasit Persibara melawan Persekabpas Nurul Safarid, mantan penanggung jawab PSMP Vigit Waluyo, Direktur Penugasan Wasit PSSI Mansur Lestaluhu.
Lalu perangkat pertandingan Persibara lawan Persekabpas dengan inisial P, CH, NR, dan DS, Muhammad Mardani Mogot (supir Joko Driyono), Musmuliadi (office boy di PT Persija), Abdul Gofur (office boy di PSSI).
Sindikat
Sebelumnya, Satgas Antimafia Sepakbola mengungkap sindikat pengaturan skor di Liga 3 Indonesia dan menangkap empat orang yang diduga pelakunya. Keempatnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Yang ditangkap adalah anggota Komite Eksekutif PSSI yang juga Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah Johar Lin Eng; mantan Komisioner Wasit Priyanto alias Mbah Pri; anak Mbah Pri. Anik Yuni Artikasari alias Tika, dan; Dwi Riyanto alias Mbah Putih, anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI.
“Kami hari ini menangkap satu orang tersangka atas nama D.R. atau dikenal sebagai Mbah Putih. Ditangkap di Yogyakarta,” kata Dedi, di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 28 Desember 2018 lalu.
Satgas menduga Johar kongkalikong dengan Priyanto, sebagai mantan anggota Komisi Wasit PSSI. Keduanya menentukan wasit yang bisa diajak kompromi untuk sebuah pertandingan. Sementara itu, Anik diduga berperan sebagai perantara untuk menyalurkan uang dari manajer klub. Uang yang didapat kemudian dibagi-bagi dengan Priyanto dan Johar.
Tidak menutup kemungkinan, sindikat ini juga melakukan hal yang sama di Liga 2 dan Liga 1 sejak 2010 silam. Karena itu, Satgas Antimafia Bola terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi dari PSSI di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.
“Itu pintu awal satgas masuk menelusuri dugaan pengaturan skor,” katanya.
Menurut Dedi, sindikat ini dapat dikenakan tindak pidana penyuapan, penipuan, dan juga bisa dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kasus pengaturan skor ini awalnya terkuak dari laporan Lasmi Indaryani atau L.I. kepada kepolisian pada 19 Desember 2018. L.I. melaporkan adanya sejumlah pihak yang meminta uang agar salah satu tim bisa naik dari Liga 3 ke Liga 2. Yang dilaporkan Manajer Persibara Banjarnegara itu adalah Priyanto alias Mbah Pri dan Anik Yuni Artikasari, dengan tuduhan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan dan atau tindak pidana suap dan atau tindak pidana pencucian uang.
Setelah dilakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi dan setelah dilaksanakan mekanisme gelar perkara, pada 24 Desember 2018 telah dinaikkan ke penyidikan.
Dalam acara Mata Najwa yang juga dihadirkan Bupati Banjarnegara Budhi Warsono, Lasmi menyebut nama Johan Lin Eng, yang dikatakan sebagai perantara mafia. Johan menerima uang praktik pengaturan skor di Liga 3 2018. Lasmi menjelaskan bagaimana Johar mengenalkan dirinya dengan mafia pengaturan skor bernama Mr. P. Lasmi mengaku telah mengeluarkan banyak uang, tapi hasil yang didapatkan timnya tidak sesuai harapan.
“Pak Johar mengenalkan saya kepada mafianya ini, Mr. P. Dikenalkan, kalau saya dicurangi wasit, ibaratnya salah jalur.
‘Kalau sepakbolanya mau maju.,ya, sama Bapak ini. Silakanlah kontak-kontak dengan Mr. P ini’,” tutur Lasmi menceritakan bagaiman Johan memperkenalkan dirinya dengan Mr. P.
Menurut Lasmi, ia ditawari cara agar tim-nya menjadi juara Piala Suratin, tapi ternyata tidak juara.
“Kalah, tapi tagihan di belakang sekitar Rp 150 juta. Di Porprov juga dijanjikan juara dengan bayaran dengan Rp 100 juta untuk sepakbola dan Rp 75 juta untuk futsal,” ujarnya.
Johar ditangkap di terminal kedatangan Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, pada Kamis lalu (27/12/2018). Setelah menjalani pemeriksaan, Johar kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Ia terancam kurungan lima tahun penjara dan dikenai pasal berlapis.
Johar Lin Eng memang telah lama aktif di PSSI. Lelaki yang lahir di Semarang bola pada 8 September 1963 ini telah dua periode menjadi Ketua Asprov PSSI Jawa Tengah, periode 2013-2017 dan 2017-2021. Di periode kedua, Johar terpilih secara aklamasi bersama Wakil Ketua Edy Sayudi. Kemudian, Johar menjadi anggota Komite Eksekutif PSSI periode 2017-2021. Di lembaga ini, selain Johar, ada nama Dirk Soplanit, Very Mulyadi, Juni Ardianto Rahman, Pieter Tanuri, A.S. Sukawijaya, Condro Kirono, Yunus Nusi, Gusti Randa, Refrizal, Hidayat, dan Papat Yunisal.
Pada 2017, Johar juga ditunjuk oleh Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi menjadi Pelaksana Tugas Ketua Asprov PSSI Kepulauan Riau dan Pelaksana Tugas Ketua Asprov PSSI Aceh. Penunjukan tersebut sempat menuai kontroversi. [YMA/DAS]