Kotak hitam CVR pesawat Lion Air JT 610 yang ditemukan Senin pagi, 14 Januari 2019.

Koran Sulindo – Penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Karawang, Jawa, Barat, pada 29 Oktober 2018 kemungkinan besar akan segera dapat diketahui. Karena, Satuan Armada Barat I berhasil menemukan kotak hitam yang berisi rekaman suara atau cockpit voice recorder (CVR) pesawat tersebut pada Senin pagi (14/1).

“CVR Lion Air JT 610 pada pukul 09.10 WIB berhasil ditemukan Tim Penyelam (Kopaska & Dislambair) Koarmada I,” demikian disampaikan Kepala Dinas Penarangan Kadispen Armabar Letkol Agung Nugroho lewat keterangan tertulisnya.

Kota hitam CVR itu ditemukan di dasar laut dan kini telah diamankan oleh Satuan Komando Pasukan Katak I di Pondok Dayung, Jakarta Utara. “Kedalaman delapan meter di bawah dasar laut (kedalaman laut 30 meter),” kata Agung lagi.

Namun, Agung tidak menyebutkan secara pasti lokasi penemuan kotak hitam CVR itu. “Masih di perairan Karawang. Saya belum tahu detailnya,” ungkapnya.

Kotak hitam CVR ini merekam seluruh pembicaraan yang dalam kokpit. Bukan hanya merekam percakapan pilot dan kopilot, kotak hitam CVR juga merekam beragam suara yang dapat menjadi petunjuk penting, seperti suara mesin, suara alarm, termasuk bunyi kursi yang digeser kalau awak kabin bergerak.

Durasi rekamannya dua jam dari posisi terakhir pesawat. Rekaman suara ini akan memberi informasi mengapa terjadi kecelakaan.

Sebelumnya, pada awal November 2018 lalu, kotak hitam Lion Air JT 610 yang berisi perekam data penerbangan atau flight data recorder (FDR) telah ditemukan lebih dulu. Kotak hitam CVR  dan FDR dipasang di bagian ekor pesawat, yang biasanya paling tahan saat pesawat mengalami kecelakaan.

FDR akan menginformasikan bagaimana kecelakaan terjadi. FDR mencatat informasi 88 parameter penerbangan, mulai dari kompas, arah, ketinggian, hingga kecepatan pesawat di udara, yang bersifat teknis. Apa yang terjadi selama penerbangan dalam rentang waktu 25 jam terakhir akan direkam FDR.

Pesawat Lion Air JT 610 adalah pesawat buatan Boeing jenis mutakhir, 737-MAX. Ada 189 penumpang dan awak pesawat dalam pesawat tersebut saat kecelakaan terjadi. Namun, tercatat masih ada 64 korban yang belum ditemukan setelah Badan SAR Nasional menghentikan operasi pencarian korban pada 10 November 2018 lalu.

Namun, pihak keluarga korban meminta pencarian terhadap 64 korban yang belum ditemukan terus dilakukan. Maka, pihak Lion Air pun melanjutkan proses pencarian, dengan menunjuk perusahaan swasta profesional asal Belanda, yang menggunakan kapal laut MV Everest. Untuk upaya ini, Lion Air menganggarkan dana sebesar Rp 38 miliar.

Terrkait kecelakaan ini, Asosiasi Penerbangan Sipil Indonesia (INACA) pun meminta Boeing sebagai produsen pesawat ikut bertanggung jawab. Karena, menurut INACA, tak mungkin seorang pilot memutuskan untuk menerbangkan pesawat jika kondisi pesawat tidak layak terbang. Apalagi, teknisi sudah memastikan pesawat layak terbang.

“Ketika pesawat mengalami masalah saat penerbangan, itu soal lain,” kata Sekjen INACA Tengku Burhanuddin, 29 November 2018 lalu.

Kerusakan yang dialami Lion Air JT 610 ketika terbang itu, tambahnya, harus diselidiki. Apalagi, otoritas penerbangan Amerika Serikat (The US Federal Aviation Administration, FAA) telah mengeluarkan aturan ke Boeing, yang diduga terkait masalah di pesawat jenis itu.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Indonesia sendiri menyebutkan, ada berbagai masalah dalam tiga hari sebelum pesawat jatuh. Dari data perawatan pesawat diketahui ada enam masalah di pesawat Lion Air JT-610. Ada dugaan, masalah-masalah itu tak bisa diatasi sampai kemudian pesawat jatuh. Namun, KNKT tidak menyatakan siapa yang harus bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut. [RAF]