9 Persen Karyawan Gojek Bakal Dirumahkan
9 Persen Karyawan Gojek Bakal Dirumahkan

Koran Sulindo – Pada tahun 2018 lalu, Gojek telah menjalankan roda bisnisnya di aspal jalan Ho Chi Minh City dan Hanoi, Vietnam. Nama aplikasinya Go-Viet. Deru mesin kendaraan Gojek juga beramaikan jalan-jalan negara pulau Singapura dan Thailand (dengan nama Get).

Namun, ekspansi bisnis Gojek ke Filipina masih belum berhasil. Badan Pengatur Perhubungan Darat Filipina (Land Transportation Franchising and Regulatory Board, LTFRB) tak membolehkan Gojek beroperasi di Filipina. Padahal, untuk ekspansi ke Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina, Gojek telah menyiapkan dana kurang-lebih US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,1 triliun.

Masalahnya, menurut Ketua LTFRB Martin Delgra, Gojek tidak memenuhi persyaratan kepemilikan modal asing untuk beroperasi di sana. Ada aturan di Filipina, kepemilikan saham asing untuk bisnis tertentu, termasuk transportasi, maksimal 40%.

Dijelaskan Delgra, sebagaimana diberitakan Reuters pada 9 Januari 2019 lalu, Velox Technology Philipines Inc. tidak dapat beroperasi karena seluruh sahamnya dimiliki Gojek. “Jika mereka ingin banding, itu adalah pilihan mereka. Tapi, Gojek tidak memenuhi persyaratan kami,” tutur Delgra.

Selain itu, menurut Tech in Asia, Gojek terhalang dua aturan lain di Filipina. Pasalnya, LTFRB sedang menjalankan moratorium izin baru untuk transport network vehicle service (TVNS), yang diajukan pada 9 Agustus 2018 lampau. Sementara itu, Gojek baru mengajukan izin agar bisa beroperasi di Filipina pada 13 Agustus 2018. Jadi, pemerintah Filipina tidak bisa menerima pengajuan baru untuk TVNS.

Halangan lain: adanya larangan dari pemerintah Filipina untuk menerapkan tarif dinamis. Seperti diketahui, skema tarif Gojek dan juga transportasi online lain di Indonesia berubah-ubah sesuai waktu permintaan. Skema ini juga diberlakukan di sejumlah negara lain di Asia Tenggara.

Terkait masalah ini, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sampai turun tangan untuk melobi pemerintah Filipina. Karena, ekspansi bisnis Gojek di negara lain secara tidak langsung akan menyumbang devisa bagi Indonesia.

“Itu kan yang nanti akan dibawa ke sana teknisinya, engineering orang Indonesia juga. Ini cara pikir bisnis pemerintah yang berubah. Kita itu berkompetisi,” katanya di Jakarta, 9 Januari 2019 lalu. “Dan terus terang saya melobi di Filipina untuk membuka akses unicorn Indonesia having present in their country.”

Sebaliknya, tambah Rudiantara, Indonesia akan terbuka dengan unicorn Filipina yang masuk indonesia. “Oke saya terima di Indonesia, saya fasilitasi, tapi you fasilitasi unicorn Indonesia di negara Anda,” ujar Rudiantara. “Kenapa kami harus berbuat itu? Saya bilang, kalau kita sesama negara ASEAN tidak mau saling membuka diri, orang lain dari regional lain yang akan masuk ke ASEAN.”

Dijelaskan Rudiantara, peran pemerintah untuk terus memfasilitasi unicorn sangat penting. “Seperti tadi unicorn Indonesia mau masuk ke mana, saya datangi, saya telepon atau apa, pemerintah begitu. Kan kita juga bangga setidaknya kalau ada unicorn Indonesia di negara lain,” tuturnya.

Pihak Gojek sendiri mengaku belum menyerah. Menurut Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintahan Gojek Shinto Nugroho, pihaknya masih terus berdialog dengan pemerintah Filipina. “Pembicaraan terus berjalan, ini adalah hal bagus, artinya secara prinsip pemerintah Filipina mendukung kehadiran Gojek,” ungkap Shinto setelah pertemuan pengemudi ojek online dengan Presiden Joko Widodo di Kemayoran, Jakarta, Sabtu (12/1).

Shinto mengatakan, Gojek ditolak di Filipina karena alasan administratif. Karena itu, Gojek akan selalu mematuhi dan menghargai peraturan yang ada.

Pada tahun 2018 lalu, pendiri dan Chief Executive Officer Gojek, Nadiem Makarim, masuk ke dalam daftar The Bloomberg 50, daftar tahunan 50 tokoh atau  inovator yang telah mengubah lansekap bisnis global dengan strategi yang terukur dalam rentang waktu satu tahun terakhir. The Bloomberg 50 merupakan daftar para pemimpin bisnis yang paling berpengaruh di berbagai industri, mulai dari teknologi, keuangan, hiburan, hingga politik, dengan pencapaian yang luar biasa.

Dalam daftar 2018, hanya dua pemimpin bisnis asal Asia Tenggara yang berhasil masuk, yakni Nadiem dan Nguyen Thi Phuong Thao (VietJet Aviation JSC, Vietnam). Dalam penilaian Bloomberg, Nadiem telah mentransformasi Gojek sebagai Super App asal Indonesia menjadi aplikasi yang kehadirannya dinantikan di pasar regional. Gojek juga telah melakukan ekspansi ke negara lain.

Gojek pun bukan hanya melayani pemesanan transportasi melalui Goride dan Gocar, tapi juga telah bertransformasi sebagai aplikasi pesan-antar makanan, pengiriman paket, sistem pembayaran, hingga berbagai layanan on-demand lain. Gojek sekarang telah memiliki lebih dari 1 juta mitra driver dengan 30.000 penyedia layanan di seluruh Indonesia. Juga telah memfasilitasi lebih dari 100 juta transaksi per bulan.

Layanan pengiriman makanan Gofood sekarang ini juga telah menjadi layanan pesan antar-makanan terbesar di Asia Tenggara, dengan lebih dari 300.000 mitra pedagang makanan( merchant). Mitranya bukan hanya restoran kelas atas, tapi juga kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bahkan, 80% merchant yang bergabung di Gofood adalah UMKM.

Pada tahun 2018 lalu, valuasi bisnis Gojek diperkirakan mencapai US$ 10 miliar atau kurang-lebih Rp 145 triliun. Perusahaan yang resminya bernama PT Aplikasi Karya Anak Bangsa ini mendapat pendanaan dari KKR, Warburg, Ferrara, Capital Group Private Market, pendanaan yang dipimpin Tencent, Google, Temasek, dan Blackrock. [PUR]