Koran Sulindo – Baru dua tahun menjabat sebagai Raja Malaysia, Yang Dipertuankan Agong ke-15, Sultan Muhammad V dari Kelantan mundur dari jabatannya pada Minggu (6/1) kemarin. Keputusan tersebut merupakan sejarah pertama terjadi di Malaysia karena seorang raja turun dari tahtanya sebelum menuntaskan 5 tahun masa jabatannya.
Seperti dilaporkan teleSUR pada Senin (7/1), pengunduran diri raja itu tanpa penjelasan dan alasan. Bahkan pejabat Istana Kerajaan tidak mau mengomentari keputusan turunnya raja dari tahtanya. Karena keputusan ini, maka para Sultan di Malaysia akan segera berkumpul untuk memilih Yang Dipertuankan Agong.
Sultan Muhammad V yang berusia 49 tahun pekan lalu mengambil cuti selama 2 bulan untuk menjalani perawatan medis. Namun, foto-foto yang beredar di media sosial justru menunjukkan Sultan sedang berada di Rusia untuk melangsungkan pernikahannya pada Desember lalu. Soal ini pun Istana tetap bungkam, termasuk isu pernikahan tersebut.
Sebagai negara monarki, peran raja sama sekali tidak mengurusi pemerintahan. Ia hanya sebagai simbol pemersatu dan memelihar Islam karena rakyat Malaysia umumnya beragama Islam. Tetapi, raja memberikan persetujuan atas penunjukan perdana menteri atau pejabat publik senior.
Malaysia terdiri atas 9 kesultanan yang digilir untuk menduduki tahta Yang Dipertuankan Agong. Pemilihan raja selanjutnya akan diputuskan lewat pemungutan suara di Konferensi Para Penguasa yang terdiri atas 9 kesultanan itu.
Dalam sebuah pernyataan, Sultan Muhammad V mengatakan, pihaknya bersyukur dan berterima kasih diberi kesempatan untuk memimpin Kerajaan Malaysia. Juga mengucapkan terima kasih atas kerja sama perdana menteri dan pemerintah selama menjadi raja Malaysia.
Sultan Muhammad V disebut telah memenuhi tanggung jawabnya dan dipercayakan sebagai kepala negara yang berfungsi menjaga stabilitas, keadilan dan persatuan. Berdasarkan laporan The New Straits Times, sebelum memutuskan mundur, hubungan antara Kerajaan dan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad kurang baik.
Mahathir disebut pekan lalu pernah memuat komentar dalam blognya bahwa semua orang termasuk perdana menteri, menteri, pegawai hingga rakyat biasa harus tunduk pada hukum. Kemudian, hubungan pemerintah dan Kerajaan sempat “membeku” karena penunjukan seorang jaksa agung yang bukan melayu. Walau raja akhir setuju, peristiwa itu memicu ketegangan rasial di Malaysia. [KRG]