Ilustrasi/Dokumentasi PDI Perjuangan

Koran Sulindo – Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri mengatakan Hari Ibu yang diperingati tiap 22 Desember adalah hari bersejarah untuk merayakan gerakan politik perempuan Indonesia. Gerakan tersebut memperlihatkan sejak awal mula berdirinya bangsa ini, laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama.

“Pada masa penjajahan kolonial yang semua akses sangat sulit, 30 organisasi perempuan berkumpul, bermusyawarah dan bermufakat untuk terlibat aktif dalam merintis Indonesia Merdeka,” kata Megawati, di Jakarta, Rabu (19/12/2018), melalui rilis media.

Berbicara pada acara ‘Super Showbiz Perempuan 4.0’ yang digelar Paguyuban Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia, dalam peringatan Hari Ibu, di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018) kemarin, Megawati mengatakan perhelatan itu mengingatkannya pada Kongres Perempuan Pertama pada 22 hingga 25 Desember 1928, di Yogyakarta.

“Perempuan-perempuan pendiri bangsa tersebut, the founding mothers of Indonesia, mengusung gagasan tentang ‘Persatuan Perempuan Nusantara’,” kata Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut.

Menurut Megawati, mereka memperjuangkan lahirnya kebijakan untuk pembangunan bangsa, seperti perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita, pelarangan usia dini pernikahan, masalah pendidikan bagi perempuan, termasuk kesetaraan upah bagi pekerja laki-laki dan perempuan.

Atas penghargaan terhadap gerakan dan perjuangan kaum perempuan Indonesia, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Dekrit tersebut menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dan dirayakan secara nasional.

“Jas Merah, kata Bung Karno. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah! Hari Ibu tidak ditujukan untuk merayakan peran domestik perempuan. Hari Ibu adalah hari bersejarah untuk merayakan gerakan politik perempuan Indonesia,” kata Megawati.

Ilustrasi/Dokumentasi PDI Perjuangan

Terjun ke Politik

Megawati juga menyemangati perempuan agar berani terjun ke politik. Perempuan diharapkan berperan besar, termasuk di dunia politik.

“Anak saya, semua mungkin kenal Mbak Puan, menjadi Menko. Ketika mau jadi Menko saja, yang paling ceriwis ibu-ibu, ‘Apa mampu?’ Ketika Mbak Retno saya usulkan kepada Pak Jokowi, yang ceriwis ibu-ibu, tapi negatif, tidak mendukung. ‘Apa ndak ini, apa sudah iya harus perempuan?'” kata Megawati.

Mbak Retno yang dimaksud adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

“Saya bilang ke Pak Jokowi, ‘No, kali ini harus perempuan.’ Mbok ya kalau siapa pun perempuan diajukan, tolong dukung. Bagaimana kalau di pemerintahan saja dihitungkan pakai persentase-persentase, jengkel saya. Bukan dilihat dari kompetensinya,” katanya.

Megawati mengaku mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar lebih banyak mengangkat perempuan menjadi menteri dalam Kabinet Kerja. Mega bercerita sempat ‘menenangkan’ Jokowi yang khawatir bila terlalu banyak mengangkat perempuan menjadi menteri.

“Saya bilang ke Pak Jokowi, saya boleh dong kan saya pendukung terbesar, jadi maunya saya perempuannya banyak. Pak Jokowi menjawab, ‘Lha nanti kalau terlalu banyak, saya dibilang terlalu mendominasi perempuan?’, ‘Ya ndak apa-apalah sekali-kali, pasti banyak ibu-ibu cinta sama situlah.’ Saya bilang begitu loh,” kata Megawati.

Ilustrasi/Istimewa

Dalam kesempatan itu dilakukan juga penggalangan dana untuk pembangunan di Lombok dan Palu pascabencana. [CHA/DAS]