Abdul Kadir Karding/fraksipkb.com

Koran Sulindo – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Abdul Kadir Karding menyayangkan sikap calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto bersikap
kesal dengan media masa atas pemberitaan aksi reuni 212 di Monumen Nasional (Monas), Minggu (2/12).

Apalagi, Prabowo menyatakan semua itu dengan emosi sambil mendorong kamera wartawan. Padahal, kata Karding di masa rezim Presiden Soeharto media massa dibungkam untuk menyampaikan peristiwa ke publik. Sementara saat ini keleluasaan terbuka dengan landasan kaidah jurnalistik.

“Saya terus terang prihatin bahwa statement ini sepantasnya tidak diucapkan, apalagi dengan nada emosi dan dorong-mendorong. Saya menonton videonya ada kamera yang didorong, entah kamera siapa,” kata Karding, di Posko Cemara, Jakarta, Rabu (5/12/2018).

Menurut Karding, saat ini sangat demokratis, karena pers meliput tanpa tekanan. “Jadi menurut saya ini sesuatu yang sangat disayangkan karena seakan-akan pers ini satu lembaga yang merusak demokrasi. Menurut saya ini tidak betul,” kata Karding.

“Rezim Soeharto itu sangat beda dengan hari ini,” katanya.

Karding menilai tak seharusnya Prabowo marah karena media massa tak menyebut jumlah aksi reuni 212 sebagai belasan juta, seperti klaimnya. Dia lalu membandingkannya dengan acara Nahdatul Ulama (NU) di Sidoarjo, pada 28 Oktober, dalam peringatan Hari Santri.

“Itu jumlahnya jauh lebih besar dari aksi reuni di Monas. Tapi teman-teman NU sampai hari ini tidak pernah keberatan tidak diliput media. Waktu itu peliputannya biasa saja, di lokal saja. Media nasional tidak terlalu banyak. Teman NU biasa saja. Karena semangatnya untuk istoghosah, berdoa, bukan tujuan politik,” ulas Karding.

Karding lalu membandingkan kebiasaan Prabowo yang suka memaki, membenci dan marah-marah, dengan Presiden Jokowi yang seorang demokrat sejati.

“Pak Jokowi saya kira adalah satu contoh demokrat sejati, dia memberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk acara Aksi 212 itu. Dia tidak ikut-ikutan apapun dan tidak memerintahkan aparatnya untuk membendung, mencegah, atau memblokir,” katanya.

“Ini satu contoh membandingkan Pak jokowi dan Pak Prabowo. Menurut saya, sudah sangat jauh bedanya dari sisi kualitas praktek demokrasi,” kata Karding.

Sebelumnya, Prabowo Subianto saat menghadiri acara perayaan hari disabilitas. Ia menyindir media yang enggan meliput acara reuni 212.

Bagi Prabowo reuni 212 merupakan momen bersejarah di mana jutaan manusia berkumpul bersama tanpa dibiayai siapapun.

“Kita dipandang istilahnya sebelah mata, dipandang dengan sebelah mata ya. Kita enggak dianggap karena dibilang enggak punya duit, mereka sudah tutup semua, buktinya hampir semua media tidak mau meliput 11 juta orang kumpul yang belum pernah terjadi di dunia,” kata Prabowo.

Prabowo sangat menyesalkan media tidak menangkap momen yang semestinya diberitakan. “Saya kira belum pernah terjadi, tapi hebatnya media-media yang kondang, media-media dengan nama besar, media-media yang mengatakan dirinya objektif, bertanggung jawab untuk membela demokrasi, padahal justru mereka bagian dari usaha manipulasi demokrasi,” tutur Prabowo.

“Sudah saatnya kita bicara apa adanya, kita bicara yang benar-benar dan yang salah-salah. Mereka mengatakan yang sebelas juta itu hanya lima belas ribu. Bahkan ada yang kalau lebih dari seribu dia nantang. Ya terserah deh apa yang dia minta,” kata Prabowo. [CHA]