Koran Sulindo – Lebih dari 150 perempuan dan anak-anak di Sudan Selatan mengalami pemerkosaan dan pelecehan seksual oleh kelompok bersenjata. Kenyataan ini lantas dikecal PBB dan mendesak pemerintah negara itu untuk membawa pelakunya ke pengadilan.
Tiga lembaga di bawah PBB yang dipimpin Henrietta Fore, Mark Lowcock dan Natalia Kanem menyebutkan, orang-orang bersenjata yang menggunakan seragam menyerang kaum perempuan dan anak-anak di dekat Kota Bentiu. Ketiganya lantas mengecam serangan yang “menjijikkan” itu dan mendesak pemerinta Sudan Selatan memastikan menangkap pelakunya untuk dibawa ke pengadilan.
Seperti dilaporkan Channel News Asia, sebuah lembaga Doctors Without Borders (MSF) pada pekan lalu menyebutkan, 125 wanita dan gadis telah diperkosa ketika sedang berjalan menunju pusat distribusi makanan darurat yang didirikan lembaga bantuan internasional. Karena serangan itu, Sekjen PBB Antonio Guterres mengecamnya.
Dikatakan Guterres, kendati pemerintah Sudan Selatan berjanji untuk menghentikan perang dan membuat perjanjian damai, situasi keamanan rupanya masih rawan untuk bagi rakyat sipil. Terutama untuk kaum perempuan dan anak-anak. Ia karena itu mendesak semua pihak untuk menghentikan konflik dan menjamin keamanan warga sipil serta menghentikan impunitas terhadap kejahatan dengan menyelidiki dan membawa pelakunya ke pengadilan.
Sudan Selatan mengalami konflik atau perang sejak 2013. Bersamaan dengan itu, tingkat kekerasan seksual di sana meningkat pesat. Pada paruh pertama 2018, kasus kekerasan seksual mencapai sekitar 2.300 kasus. Sebagian dari kasus itu melibatkan korbannya perempuan dan gadis. Lebih dari 20 persen, korbannya adalah anak-anak perempuan.
Lembaga PBB menyakini jumlah kasus pemerkosaan diperkirakan jauh lebih tinggi ketimbanga yang dilaporkan. Pasalnya, ada banyak kasus yang tidak dilaporkan. Selain diperkosa, korban pada umumnya disiksa, dipukuli, dicambuk dengan menggunakan popor senjata. Pelaku juga merampok pakaian, sepatu, uang dan kartu jatah bantuan makanan. [KRG]