Ilustrasi/boeing

Koran Sulindo – Asosiasi Penerbangan Sipil Indonesia (INACA) menilai selain Lion Air, Boeing sebagai produsen pesawat jenis 737-MAX-8 harus ikut bertanggung jawab dalam jatuhnya JT-610 pada akhir Oktober lalu. Terlebih INACA percaya Lion Air JT-610 itu layak terbang untuk Jakarta – Pangkalpinang maupun penerbangan sebelumnya Jakarta – Denpasar.

Sekjen INACA Tengku Burhanuddin mengatakan, pihaknya menilai tidak mungkin seorang pilot memutuskan untuk terbang apabila kondisi pesawat tidak layak untuk terbang. Terlebih teknisi sudah memastikan bahwa pesawat tersebut layak terbang.

“Ketika pesawat mengalami masalah saat penerbangan, itu soal lain,” kata Burhan seperti dikutip Kompas.com ketika menghadiri undangan Kementerian Perhubungan pada Kamis kemarin.

Dikatakan Burhan, kerusakan yang dialami JT-610 ketika terbang itu harus diselidiki. Terlebih FAA mengeluarkan aturan kepada Boeing sehingga mungkin ada sesuatu yang tersendat yang harus diberitahukan Boeing. Boleh jadi ada sesuatu masalah di bagian dari pesawat dan itu yang jadi bikin masalah.

Ia karena itu menilai, itu seharusnya yang diselidiki, mengapa sesuatu itu bisa rusak. Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis hasil penyelidikan mereka tentang penyebab jatuhnya Lion Air. KNKT menyebutkan, ada berbagai masalah dalam 3 hari sebelum pesawat jatuh.

Berdasarkan data perawatan pesawat, diketahui ada 6 masalah yang dialami pesawat. Diduga masalah tersebut gagal diperbaiki perusahaan sebelum akhirnya jatuh pada akhir Oktober 2018. Semua penumpang pesawat berjumlah 189 orang tewas.

KNKT akan tetapi tidak menunjukkan siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut. Lion Air hanya disebut harus memperbaiki budaya keselamatan mereka. Meski budaya keselamatan mereka buruk Lion Air menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar yang beroperasi kurang dari 20 tahun. [KRG]