Koran Sulindo – Presiden Filipina Rodrigo Duterte dikenal sebagai sosok yang kontroversial. Ia juga sosok yang mendapat kecaman dari dunia internasional karena kebijakan perang melawan narkotika yang membunuh ribuan orang yang diduga terlibat dalam jaringan narkotika. Ia juga dikenal karena pernyataannya yang kontroversial.
Terbaru, demikian sputniknews.com, Duterte mengecam perang rakyat tahan lama yang dilakukan Tentara Rakyat Baru Maois (NPA), sayap militer dari Partai Komunis Filipina (CPP). Dalam pidatonya pada 27 November lalu, Duterte bersumpah akan memerangi dan menghabisi NPA. Untuk itu, ia berencana membentuk death squads atau pasukan kematian seperti yang dilakukan NPA pada periode 1970-an hingga 1980-an.
Ia akan tetapi tidak menjelaskan gagasannya itu termasuk bagaimana keinginannya dalam membentuk pasukan khusus. Juga tentang bagaimana ia bisa mengakhiri perang rakyat tahan lama yang diterapkan NPA. Perang gerilya yang bertahan lama telah merenggut sekitar 30 ribu orang.
Gagasannya itu sesungguhnya bagian dari rencana untuk membunuh pendiri CPP yaitu Jose Maria Sison. Alasan itu pula yang ia berikan sebagai pembenaran pembentukan pasukan khusus yang sesungguhnya untuk kepentingannya sendiri.
Diketahui NPA telah berdiri di Filipina sejak 1969. Jumlah personel NPA diperkirakan lebih dari 3.200 orang. Gencatan senjata antara NPA dan militer Filipina telah terjadi 2 kali dan salah satunya terjadi di pemerintahan Duterte. Duterte sempat melanjutkan perundingan damai dengan NPA pada Agustus 2016. Kala itu, Duterte baru dilantik menjadi presiden.
Ia mengumumkan gencatan senjata. Setelah itu, karena sikap Duterte yang mendua, gencatan senjata pun kembali dibatalkan. Tindakan Duterte kali ini justru mulai represif dan menangkapi orang-orang yang dinilai terafiliasi dengan CPP. Karena tidak mau tunduk, pemerintah Filipina, AS dan Uni Eropa memberi label bahwa NPA merupakan organisasi teroris. [KRG]