Ilustrasi: Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis Al Saud saat tiba di Istana Bogor, 1 Maret 2017/Reuters

Koran Sulindo – Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kantor Kedutaan Arab Saudi di Turki mempengaruhi hubungan internasional mereka dengan negara mayoritas muslim di Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia.

Hal itu bisa dilihat ketika Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menutup kantor Pusat Perdamaian Internasional (CPS) yang didanai oleh Raja Saudi Salman bin Abdl Aziz. Malaysia juga menarik pasukan mereka dari Arab Saudi.

Sementara itu di Indonesia, selain keresahan mengenai nasib Khashoggi, terdapat protes atas eksekusi mati tenaga kerja Indonesia Tuti Tursilawati tanpa peringatan terlebih dahulu dari pihak pemerintah Arab Saudi kepada pemerintah Indonesia.

Namun tanda-tanda di atas tidak akan cukup membawa pada perubahan karena begitu kuatnya pengaruh dana dan ideologi Arab Saudi tertanam di negara-negara tersebut.

Pengaruh Arab Saudi di Asia Tenggara

Islam di Malaysia dan Indonesia memiliki kesamaan nilai yang dibentuk dan diasimilasikan dari budaya kuno Melayu pada 625 Masehi. Penyebaran agama melalui media seni dan budaya seperti musik dan pertunjukan wayang menitikberatkan pada konsep moderasi dan keramahtamahan serta penghargaan terhadap nilai-nilai budaya lokal.

Akan tetapi setelah masuknya pengaruh yang begitu besar dari Arab Saudi sejak dua dekade belakangan ini telah terjadi pola perubahan cara memaknai ajaran Islam di kedua negara ini.

Arab Saudi sendiri mendapatkan perhatian yang begitu besar di masyarakat Malaysia setelah mereka dilaporkan memberikan sumbangan US$680 juta kepada Najib Razak, kala dia menjabat Perdana Menteri, meskipun fakta-fakta tersebut kemudian disanggah olah keluarga kerajaan yang malah menduga dana itu berasal dari korupsi dana pembangunan 1MDB.

Di Malaysia, Arab Saudi juga menyumbang ke sekolah-sekolah dan universitas-universitas untuk menyebarkan paham konservatif.

Mereka memberikan beasiswa kepada siswa laki-laki untuk melanjutkan kuliah di universitas-universitas di Arab Saudi seperti Universitas Islam Madinah yang terkenal dengan paham salafisme.

Universitas Sains Islam Malaysia menerima sumbangan besar dari Arab Saudi. Sementara di Filipina, terdapat aliran dana dari Arab Saudi ke Front Pembebasan Islam Moro, yang diduga memiliki kaitan erat dengan Al Qaeda.

Arab Saudi juga baru-baru ini menebar pesona mereka di Malaysia. Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel bin Ahmed Al-Jubeir berkunjung ke sana pada Oktober, untuk membahas berbagai hal termasuk kuota haji. Pihak Arab Saudi juga mencoba untuk meyakinkan kepada pemerintahan yang baru, bahwa dukungan mereka untuk Najib tidak bermaksud jahat.

Ketika Raja Salman mengunjungi Jakarta pada 2017, ia mengalokasikan dana US$13 miliar untuk bisnis, pendidikan dan agama di Indonesia.

Di Indonesia, aliran dana Arab Saudi juga terlacak sejak 1980-an. Mereka berkontribusi mendirikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA). Lembaga ini didirikan dari uang Arab Saudi dan terkenal dengan paham Islam yang ortodoks.

Sebagai contoh laki-laki dianjurkan untuk menumbuhkan jenggot dan memakai celana setengah betis. Sedangkan perempuan dianjurkan untuk memakai cadar. Pelajar-pelajar ini mempelajari filosofi ajaran Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, yang merupakan pencetus ajaran Wahabiah di Arab Saudi.

LIPIA juga memiliki korelasi kuat dengan Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud. Mereka dimonitor secara saksama oleh Kedutaan Arab Saudi di Jakarta, sehingga LIPIA seperti menjadi cabang dari Universitas Islam Saud di Indonesia.

Khalid bin Muhammad Al-Deham, yang berkebangsaan Arab Saudi memimpin lembaga dan manajemen LIPIA. Terdapat 11.535 alumni sejak 1982-2013. Jumlah lulusan mereka meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2017 mereka menamatkan 750 lulusan.

Di antara alumni mereka tersebut termasuk koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan juga politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, dan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Alumni lain yang terkenal juga termasuk Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab, Aman Abdurrahman, aktor intelektual di belakang bom Jakarta di 2016, yang menewaskan 7 korban, dan Umar Thalib, pendiri organisasi Islam militan yang dikenal dengan Laskar Jihad.

Arab Saudi juga mendanai pelajar dari Indonesia untuk mendalami ajaran islam di Universitas Islam Madinah. Di antara mereka terdapat politikus PKS Hidayat Nur Wahid, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama (GNPF-MUI) Bahtiar Nasir, dan Syafiq Riza Basalamah, seorang penceramah agama yang terkenal di Youtube. Syafiq juga merupakan dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi’i Jember yang mengadopsi kurikulum dari Universitas Islam Madinah.

Penyebaran Ideologi Arab Saudi

Terdapat hubungan yang jelas antara LIPIA di Jakarta, USIM di Malaysia, Universitas Raja Saud di Riyadh dan Universitas Islam Madinah, yang berusaha untuk menyebarkan ideologi Arab Saudi dan didanai oleh Saudi.

Tentu saja tidak semua lulusan mereka memiliki paham yang ekstrem. Akan tetapi terdapat peningkatan paham Islam ekstrem yang memicu polarisasi dan konflik. Beberapa orang khawatir peningkatan arabisasi di Malaysia dan Indonesia dapat membawa pada tumbuhnya sikap tidak toleran dan perpecahan, bahkan di antara penganut Islam sendiri terdapat dikotomi perbedaan antara paham Islam liberal dan Islam ortodoks.

Dampak ini akan berlipat ketika Arab Saudi tidak hanya mengekspor nilai-nilai Wahabiah, akan tetapi juga mendukung orang-orang untuk masuk ke politik. Di Malaysia, banyak lulusan pelajar Islam dari Arab Saudi secara aktif direkrut masuk dalam birokrasi, menyusul pendanaan kegiatan dakwah di masjid-masjid yang didanai oleh Arab Saudi.

Pengaruh politikus yang beraliran Salafiah dan Wahabiah semakin kuat di perpolitikan Malaysia dan Indonesia. Ini tidak saja menyebarkan ajaran Wahabiah semakin meluas akan tetapi juga menyematkan pengaruh Saudi Arabia di struktur pemerintahan.

Besarnya aliran dana dari Arab Saudi ke Asia Tenggara memudahkan mereka menyematkan pengaruh dan ideologi mereka. Hubungan ekonomi seperti pendanaan dan kerja sama minyak bumi antara Indonesia dan Malaysia meningkatkan dukungan dari kerajaan Arab Saudi.

Dengan demikian, meski sekarang terjadi guncangan dan usaha untuk mentransformasi hubungan dengan Arab Saudi, akan tetapi kuatnya pengaruh ideologi dan ekonomi menyebabkan usaha ini akan sangat susah untuk dilakukan. [Asmiati Malik dan Scott Edwards, Universitas Birmingham, Inggris]. Tulisan ini disalin dari The Conversation Indonesia.