Koran Sulindo – Setelah memberlakukan cukai hasil tembakau (CHT) pada cairan rokok elektrik atau vape, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mampu meraup Rp 106 miliar pada Oktober 2018. Jumlah itu telah memenuhi 53 persen dari target yang ditetapkan yakni Rp 200 miliar.
Dikatakan Dirjen Bea Cukai, Heru Pambudi, pengenaan cukai sebesar 57 persen terhadap harga jual vape mulai efektif berlaku sejak 1 Oktober lalu. Pemberlakuan itu disebut mundur 3 bulan dari jadwal seharusnya. Pada masa ini, kata Heru, pihaknya berharap tidak ada lagi yang tidak berpita terhadap produk vape.
Secara keseluruhan, menurut Heru, Ditjen Bea dan Cukai akan meningkatkan penerimaan CHT hingga Rp 101,05 triliun pada Oktober ini atau 60,17 persen dari target. Adapun total realisasi penerimaan cukai pada periode yang sama mencapai Rp 105,9 triliun atau 68,16 persen dari target Rp 155,4 triliun.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai untuk menggenjot penerimaan antara lain dengan menindak pita cukai ilegal. Hasilnya, sesuai dengan survei rokok ilegal dari Penelitian, Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada pada tahun ini.
Survei yang dilakukan di 426 Kota/Kabupaten di Indonesia itu menunjukkan peredaran rokok ilegal menurun dari 12,1 persen pada 2016 menjadi 7,04 persen. Itu terjadi karena adanya kerja sama antara Ditjen Bea Cukai dan aparat kepolisian. Angka ini, jika dibandingkan dengan negara tetangga jauh lebih bai, kata Heru.
Di Malaysia, misalnya, peredaran rokok ilegal mencapai 54 persen; di Vietnam 23 persen dan Filipinan 12 persen.
Munculnya cukai terhadap harga jual vape sebagai bentuk kepastian hukum atas maraknya penggunaan produk tersebut di pasaran. Itu sebabnya, pemerintah mengenakan cukai 57 persen terhadap harga jual vape yang diberlakukan sejak 1 Juli 2018. Akan tetapi, pelaksanaannya diundur 3 bulan sebagai bentuk kelonggaran kepada pengusaha vape. [KRG]