Protes terhadap Arab Saudi karena eksekusi BMI tanpa pemberitahuan [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Selain jatuhnya pesawat udara Lion Air JT-610 di Perairan Karawang, masyarakat kita juga dikejutkan dengan tindakan Arab Saudi yan mengeksekusi mati buruh migran asal Majalengka. Bencana dan dukacita di negeri ini tampaknya terus sambung- menyambung yang tentu saja menyisakan kesedihan dan persoalan.

Tuti Tursilawati, BMI yang dieksekuti mati pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan kepada Indonesia menambah persoalan dan kesedihan kita. Akan tetapi, soal Tuti ini sesungguhnya bukan persoalan baru. Sejak 2012, namanya sudah masuk daftar tunggu eksekusi mati pemerintah Arab Saudi.

Eksekusi terhadap Tuti itu lantas menimbulkan tanya: apa yang dilakukan pemerintah sepanjang ia menunggu waktu eksekusi itu? Menurut anggota DPR dari Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, eksekusi mati terhadap Tuti yang dilakukan Arab Saudi tanpa memberitahu Indonesia menunjukkan lemahnya perlindungan yang diberikan negara kepada warganya di luar negeri.

Kegagalannya lainnya, menurut Sara – panggilan akrabnya – juga berkaitan kelalaian pemerintah mengawasi BMI yang sedang menghadapi masalah di luar negeri. “Apalagi masalah yang dihadpai Tuti sudah bertahun-tahun,” kata Sara lewat pesan Whatsapp beberapa waktu lalu.

Sara benar. Migrant Care telah mencatat hingga akhir 2012 sekitar 420 BMI terancam hukuman mati. Jumlah itu menyebar di berbagai negara meliputi 351 orang di Malaysia, 22 orang di Tiongkok, 1 orang di Singapura, 1 orang di Filipina dan 45 orang di Arab Saudi. Dari jumlah itu, 99 di antaranya sudah divonis hukuman mati.

Berdasarkan fakta itu, Migrant Care kala itu menyatakan, pemerintah memang tidak serius melindungi dan mengurus BMI yang sedang menghadapi masalah di luar negeri. Khusus untuk di Arab Saudi, nama Tuti bersama dengan Satinah, Siti Zaenab, Aminah Binti Budi dan Darmawati hanya tinggal menunggu waktu eksekusi mati.

Karena banyaknya BMI yang terancam hukuman mati ketika itu, Migrant Care lantas menjadikannya sebagai catatan hitam pemerintah era Susilo Bambang Yudhoyono. Lantas, bagaimana kelanjutan kasus ini setelah di masa pemerintah Joko Widodo?

Dikatakan Sara, berdasarkan pertemuan Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri dengan Tim Pengawas TKI di Gedung DPR pada 21 Maret lalu disebutkan sekitar 20 BMI di Arab Saudi terancam hukuman mati. Jika merujuk kepada data Migrant Care yang 2012 saja BMI terancam hukuman mati mencapai 45 orang. Apakah ada penurunan jumlah BMI yang terancam hukuman mati di Arab Saudi di masa pemerintahan ini? Sara belum mengetahui secara detail.

Dari jumlah yang mengutip penjelasan Hanif, Sara menyampaikan, 15 orang terancam hukuman mati di Arab Saudi karena menghadapi kasus pembunuhan dan 5 orang karena kasus sihir. “Data ini sudah ada di pemerintah, tinggal melakukan monitoring perkembangan kasus detik demi detik. Ini persoalan lemahnya lobi pemerintah,” kata Sara menambahkan.

Salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah BMI, menurut Sara, dengan membuka lapangan kerja untuk warga negara seluas-luasnya. Dengan demikian, warga negara Indonesia tidak perlu bermigrasi mencari pekerjaan di luar negeri.

Saran lain, ia menyampaikan, agar pemerintah serius melindungi BMI yang kini sedang berada di luar negeri. Juga perlunya evaluasi terhadap penempatan negara tujuan BMI yang memang memiliki hukum perlindungan terhadap BMI.

Pelaksanaan hukuman mati kepada Tuti menambah daftar BMI yang dihukum pemerintah Arab Saudi. Dalam satu dekade terakhir, Migrant Care mencatat ada 6 BMI yang dieksekusi mati. Mereka adalah Yanti Irianti binti Jono Sukardi (BMI asal Cianjur, 2008), Ruyati binti Satubi (BMI asal Bekasi, 2011), Siti Zaenab binti Duhri Rupa (BMI asal Bangkalan, 2015), Karni binti Medi Tarsim (BMI asal Brebes, 2015), Muhammad Zaini Misrin Arsad Zaini (BMI asal Bangkalan, 2018) dan Tuti Tursilawati (BMI asal Majalengka, 2018). [KRG]