Ilustrasi/Akun Twitter Humanitarian Relief (@IHHen)

Koran Sulindo – Gempa dengan magnituro 7,4 Skala Richter di Donggala, Sulawesi Tengah, berenergi sekitar 2,5×10^20 Nm, setara dengan 3×10^6 Ton-TNT, atau 200 kali bom atom Hiroshima pada 1945.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan berdasar simulasi model analitik-numerik, Kota Palu-Kabupaten Donggala dan sekitarnya mengalami deformasi vertikal berkisar -1,5 sampai 0,50 meter akibat gempa. Daratan di sepanjang pantai di Palu Utara, Towaeli, Sindue, Sirenja, Balaesang, diperkirakan mengalami penurunan 0,5-1 meter dan di Banawa mengalami penaikan 0,3 cm.

“Gempa bumi ini berpusat di darat dengan sekitar 50 persen proyeksi bidang patahannya berada di darat dan sisanya di laut. Komponen deformasi vertikal gempa bumi di laut ini yang berpotensi menimbulkan tsunami,” kata Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT, Wahyu W Pandoe, di jakarta, Sabtu (29/9/2018), melalui rilis media.

Berdasarkan model, tinggi tsunami di sepanjang pantai mencapai antara beberapa centimeter hingga 2,50 meter. Tsunami berpotensi lebih tinggi lagi karena efek turunnya daratan di sekitar pantai dan amplifikasi gelombang akibat batimetri serta morfologi teluk.

Ilustrasi/Akun Twitter Humanitarian Relief (@IHHen)

“Masyarakat perlu waspada atas gempa bumi susulan dan potensi keruntuhan infrastruktur atau bangunan di sekitarnya, serta terus memantau dan mengikuti informasi dari otoritas resmi BMKG/BNPB/BPBD setempat,” kata Wahyu.

Tsunami Kejutan

Sebelumnya, para ilmuwan terkejut adanya tsunami walaupun peringatan ancamannya sudah dicabut Badan Meteorologi, Kebencanaan, dan Geofisika (BMKG).

Namun uniknya area geologi daerah yang terkena bencana itu diduga menjadi sebab tsunami tetap terjadi.

Tsunami biasanya terjadi sebagai hasil pergerakan sesar tektonik di bawah laut, namun yang terjadi di Palu dan Donggala bukan disebabkan hal itu.

“Ini sungguh-sungguh mengejutkan,” kata Baptiste Gombert, ahli geofisika pada University of Oxford, seperti dikutip nationalgeographic.com.

Menurut Gombert, kegeologian Indonesia sangat kompleks, dengan beberapa perbedaan tipe geologi sepanjang kepulauan yang membentang dari Aceh hingga Papua itu.

Ilustrasi/Akun Twitter @MichaelSeger

Letak Teluk Palu mungkin juga membuat perbesaran amplitudo Tsunami Jumat (28/9/2018).

“Yang membuatnya memperbesar tinggi gelombang dan menjadi saluran hingga menerjang ke area-area lebih jauh,” kata Janine Krippner, ahli vulkanologis pada Concord University, Amerika Serikat, melalui cuitan di Twitter.

Namun menurut Krippner, masih banyak yang belum terjelaskan dalam kasus Tsunami di Palu dan Donggala tersebut.

Ilustrasi/Google map

Sebelumnya BMKG mencatat kekuatan gempa dengan magnitudo 7,4 SR. BMKG mengguncang Kota Palu dan Kabupaten Donggala, pada Jumat (28/9/2018). Gempa itu diikuti Tsunami, walaupun BMKG sudah mencabut peringatan akan adanya Tsunami. [DAS]