Koran Sulindo – PDI Perjuangan tak mempersoalkan jika ekonom senior yang juga kader partai berlambang banteng Kwik Kian Gie masuk dalam tim penasihat ekonomi Prabowo-Sandi.

Demikian disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (18/9).

Bagi PDIP, Kwik tetap kader partai pimpinan Megawati Soekarnoputri.

“Pak Kwik tetap kader kami. Hampir tiap hari kami masih tukar menukar informasi. Tak ada masalah,” kata Hendrawan.

Ia mengatakan, pemikiran Kwik di bidang ekonomi sangat baik. Ia ingin ekonomi Indonesia keluar dari sistem ekonomi bangsa terjajah. Hanya, kata Hendrawan, sukar untuk mengaplikasikan teori tersebut.

“Sering diragukan adalah aplikabilitasnya yang dinilai rendah di tengah-tengah dominasi ekonomi pasar liberal seperti sekarang,” kata dia.

Terkait pernyataan Kwik Kian Gie yang menyebut buku pandangan ekonominya berjudul Platform Presiden tidak mendapat respons Jokowi pada Pilpres 2014 lalu, Hendrawan meluruskan.

Menurut Hendrawan, terkait hal tersebut Kwik telah bercerita kepada dirinya sebanyak dua kali. Namun, kata dia, saat itu Jokowi tengah disibukkan persiapan pencapresan. Mungkin karena Jokowi sibuk, tak sempat meneruskan kepada timnya.

“Dan saat itu konsentrasinya pada perolehan tiket nyapres, bahan tersebut tidak direspons,” kata dia.

Sebelumnya, Kwik bercerita mengenai alasan memilih memberikan masukan tentang ekonomi kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno daripada ke Jokowi-Ma’ruf.

Kwik mengaku punya pengalaman saat sarannya tak diacuhkan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo.

Kwik awalnya bercerita mengenai buklet yang ditulis berjudul ‘Platform Presiden’. Buku itu mengulas tentang kebijakan ekonomi yang diharapkan bisa diadopsi oleh Megawati saat menjadi capres pada 2004.

Mengawali cerita, tahun 2004 ia menulis buklet, buku kecil yang judulnya adalah ‘Platform Presiden’. Siapa pun yang terpilih menjadi Presiden di tahun 2004, ia berharap diperhatikan soal pointer-pointer yang dirinya yakini perlu dilakukan.

Namun, menurut Kwik, buklet itu tidak dijadikan rujukan. Hingga kemudian, pada 2009, Kwik menulis buku serupa yang disesuaikan dengan keadaan ekonomi Indonesia kala itu, yang juga tidak juga mendapat respons.

“Saya itu menulis buklet tahun 2004, itu orientasi karena Ibu Megawati capres, 2009 juga. Tetapi sampai sekarang tidak ada respons,” kata Kwik.

Setelah beberapa tahun, tepatnya ketika suami Megawati wafat, Taufiq Kiemas, Kwik bertemu dengan Jokowi. Kwik mengaku menyodorkan data-data serupa seperti yang dia tulis di buku ‘Platform Presiden’ kepada Jokowi.

“Ketika beliau sudah menjadi gubernur, tepatnya pada hari Pak Taufiq Kiemas dimakamkan, itu jam 14.30 WIB, saya melayat ke Teuku Umar (kediaman Megawati),” kata Kwik.

“Begitu masuk menemui Pak Jokowi pertama kali sebagai gubernur, langsung saya berikan segepok hard copy plus cukup banyak sekali soft copy.”

Namun ternyata Jokowi disebut tak merespons. “Satu kata pun tidak ada reaksi, tidak ada sambutan apa-apa.”

Menurut Kwik, sikap Megawati dan Jokowi yang seperti itu yang membuatnya memilih Prabowo-Sandiaga. Terlebih, kedua kontestan Pilpres 2019 itu tertarik pada pemikiran Kwik yang dituangkan di buku ‘Platform Presiden’.

“2019 saya baru berpikir, baru coret-coret catatan untuk menyesuaikan, saya dipanggil Pak Prabowo. Ternyata Pak Prabowo mempunyai perhatian yang begitu besar dan intensif, dibaca satu per satu, dikuning-kuningi, saya diajak diskusi. Nah, lalu kita diskusi,” kata Kwik. [SAE/TGU]