Koran Sulindo – Perseteruan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) semakin menguat di tengah tengah tahapan pemilu yang semakin padat.
Dua lembaga itu tetap bersikukuh atas keputusannya.
Disatu sisi KPU tetap bersikukuh tidak akan menjalankan putusan Bawaslu yang mengabulkan permohonan calon anggota legislatif (Caleg) mantan terpidana korupsi.
Sementara Bawaslu juga mempertahankan putusannya dengan dalih hak konstitusional setiap warga negara untuk dipilih sehingga membolehkan mantan koruptor maju menjadi caleg.
Menurut Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Very Junaidi, polemik tersebut sangat disayangkan, karena kedua lembaga tidak memainkan perannya secara baik dan mematuhi hukum.
“Suatu tindakan melanggar hukum dan salah, jika KPU mengabaikan putusan lembaga ajudikasi seperti Bawaslu Begitu pula Bawaslu yang telah tidak tertib hukum, sebagai lembaga ajudikasi, ” kata Very di Jakarta, Kamis (6/9).
Ia menilai konflik itu terjadi bukan antara KPU dan Bawaslu semata. Menurutnya, sengketa itu muncul antara calon dan penyelenggara pemilu.
“Koalisi masyarakat sipil yang terdiri, JPPR, KoDe Inisiatif, KIPP Indonesia, SPD, mendorong penyelesaiannya dengan mekanisme hukum ketika Bawaslu sudah memutus, maka mestinya putusan Bawaslu dijalankan para pihak (caleg dan KPU),” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan Very, ketika situasi deadlock, maka harus ada langkah hukum. Di Undang-undang Pemilu, proses penyelesaian sengketa diajukan ke Bawaslu. Akan tetapi, ketika para pihak dirugikan, maka bisa diajukan ke PTUN yang putusannya final.
“Kami melihat berdasarkan mekanisme ini ketika KPU tidak jalankan putusan Bawaslu maka yang dirugikan itu caleg dan parpol yang harusnya ajukan ke PTUN. Sehingga persoalan terkait sengketa ini tidak mengganggu tahapan lain,” paparnya.
Karenanya, kaya Very, KPU tetap bisa consern pada tahapan yang berjalan dan Bawaslu tetap pada tugasnya mengawasi. Hal yang penting adalah komitmen mendorong tahapan pemilu berjalan baik dengan kontrol publik yang masif pada setiap tahapan.
“Jika itu terjadi ini sangat tidak menguntungkan pada tahapan yang sudah jalan. Jadi kita tidak pada posisi siapa benar atau salah tapi kami consern bagaimana mekanisme hukum terkait proses ini berjalan semestinya. Begitu juga dengan penyelenggara pemilu kalau merasa putusannya benar maka selesaikan melalui prosedur hukum,” kata Very.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) Sunanto mendesak Mahkamah Agung (MA) agar segera memutuskan gugatan uji materi PKPU soal mantan koruptor dilarang nyaleg yang diajukan oleh KPU.
“Kami mendesak agar MA segera memutuskan permohonan pengujian peraturan,” kata Sunanto.
Menurutnya, MA perlu mengubah cara pikirnya untuk dapat memutuskan uji materi tersebut. Pasalnya, jika perkara ini terus dibiarkan, maka bisa menggangu tahapan pemilu.
“Saya kira MA juga harus mengubah cara pihaknya untuk menyelesaikan dan mengambil putusan. Maka hal ini bisa menggangu tahapan pemilu saat ini,” ujarnya. [CHA]