Koran Sulindo – Kaum pemilik modal dituding menguasai seluruh alur dan proses dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2019. Bahkan itu dilakukan sejak masa-masa persiapan seperti sekarang.

Selain pemodal yang merupakan para taipan-taipan itu, pemilu juga ramaikan oleh para habib.

Hal itu disampaikan mantan anggota DPR M. Hatta Taliwang dalam diskusi ‘Quo Vadis Konstitusi Kita’ di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu (4/8).

Menurut Direktur Institut Soekarno Hatta, lembaga yang mestinya paling sibuk mengurus pilpres adalah DPR dan MPR.

Namun, persiapan pilpres justru didominasi kelompok maupun orang-orang berkepentingan pribadi baik mereka yang mengatasnamakan agama maupun mengatasnamakan modal atau konglomerat.

“Tiba-tiba yang sibuk itu habib dan taipan. Jadi, seluruh masalah pilpres berpindah ke pemodal-pemodal dan habib-habib. Mereka yang mengatur negara ini,” kata Hatta.

Ia menyebut keadaan itu bisa terjadi karena bablasnya amandemen Undang Undang Dasar 1945 pada saat reformasi. Akibat amandemen tersebut, taring MPR sebagai lembaga tertinggi negara hilang. Buntunya pilpres saat ini dikuasai oleh para habib dan taipan.

Lebih lanjut Hatta mengaku menyesal lantaran sebagai anggota DPR saat itu ikut mengamandemen. Ia menyebut kala itu anggota tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa membubuhkan tanda tangan sebagai tanda persetujuan.

“Kami hanya anggota biasa yang datang, kita tinggal tanda tangan, absen sebagai bukti persetujuan,” kata dia.

Hatta yang pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus maker sebenarnya tak mempersoalkan tokoh-tokoh agama yang ikut andil dalam dunia politik.

Tapi, mestinya urusan pemilihan presiden seperti sekarang ini merupakan menjadi tanggung jawab pihak-pihak seperti parlemen.

“Saya bukan tidak setuju pada tokoh-tokoh itu, tetapi konteks kita bernegara harusnya kembali dong buat apa ada semua ini kalau akhirnya hanya dibahas di tingkat elite-elite terbatas,” kata dia.

Hatta juga menyayangkan menjelang Pilpres 2019 sangat menunjukkan kekuatan elite-elite politik yang saling bersaing mengadu kekuatan partai.

“Ini masalah hari masa depan bangsa kita. Buat apa ada pemilihan wakil rakyat kalau akhirnya masalah ini menjadi urusan yang sangat elitis,” kata dia. [SAE/TGU]