Menteri Keuangan Sri Mulyani

Koran Sulindo – Bila dibandingkan dengan penenggelaman kapal pencuri ikan di perairan Indonesia, terasa janggal dan aneh keinginan Menteri Keuangan Sri Mulyani atas 50.664 botol minuman keras ilegal asal Singapura. Penyelundupan minuman keras itu digagalkan aparat Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I.

Mengapa kapal yang punya manfaat langsung bagi nelayan justru dihancurkan, sementara minuman keras yang punya daya rusak mau dijual dan itu artinya disebarkan ke tengah masyarakat?

“Ini adalah barang sitaan. Jadi, statusnya bukan barang yang bebas. Kita akan sangat bergantung pada kejaksaan dan pengadilan untuk bisa melakukan proses secara cepat, sehingga barang itu kemudian bisa sah untuk dilakukan pelelangan,” tutur Sri Mulyani seusai menggelar konfrensi pers di PT Terminal Peti Kemas Surabaya, Kamis (2/8), sebagaimana diberitakan sejumlah media.

Hasil lelang itu, tambahnya, untuk menambah pemasukan negara. Tapi, Sri Mulyani menyadari, untuk bisa memuluskan harapannya tersebut, itu sangat bergantung pada kejaksaan dan pengadilan yang menyidangkan kasusnya. Karena itu, ia berharap pihak kejaksaan dan pengadilan bisa mempertimbangkan keinginannya tersebut.

Bila dikabulkan, Sri Mulyani meminta Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi untuk menindaklanjuti. Namun, jika pun nanti dikabulkan pengadilan, perusahaan yang boleh mengikuti lelang hanya perusahaan yang punya izin, yakni perusahaan yang memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).

“Tentu saja yang boleh partisipasi dalam pelelangan itu adalah para pengusaha yang memiliki izin, sehingga dia bisa membayar seluruh Bea Masuk, PPN, PPh, dan cukainya. Dan itu kemudian menjadi penghasilan untuk negara,” kata Sri.

Penyelundupan 50.664 botol minuman keras asal Singapura itu melalui Pelabuhan Tanjung Priok-Jakarta dulu, sebelum masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak dan kemudian digagalkan aparat Kanwil Bea Cuka Jatim. Saat tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, barang haram tersebut diketahui diimpor oleh importir PT Golden Indah Pratama.

Total nilainya mencapai Rp 27 miliar. Sementara itu, potensi kerugaian negara yang timbul dari tidak terpenuhinya pemenuhan pembayaran pajak mencapai lebih dari Rp 57,7 miliar. Perinciannya: bea masuk Rp 40,5 miliar, PPN Rp 6,7 miliar, PPh Rp 5,1 miliar, dan cukai Rp 5,4 miliar.

Penggagalan yang dilakukan pada 28 Juni 2018 itu dapat terlaksana berdasarkan kerja sama dengan Bea Cukai Singapura (Singapore Customs). “Pengiriman barang secara ilegal itu dapat dideteksi dan dilakukan penindakan oleh aparat Bea Cukai Tanjung Perak. Kasus ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh penyidik Bea dan Cukai,” tutur Heru.

Lebih jauh Heru menjelaskan, penindakan yang dilakukan oleh jajarannya tersebut semakin menambah jumlah penindakan di bidang cukai pada tahun 2018. Dalam tiga tahun terakhir, penindakan di bidang cukai menunjukkan peningkatan. “Pada 2015 dilakukan penindakan sebanyak 1.474 kasus, pada 2016 sebanyak 2.259 kasus, pada 2017 3.965 kasus, dan hingga pada 2018 hingga Juli telah dilakukan penindakan sebanyak 3.390 kasus,” ujarnya. [RAF]