Ilustrasi/setkab.go.id

Koran Sulindo – Metode pengukuran garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) di atas standar Bank Dunia dan masih lebih tinggi dari rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi.

“Tingkat garis kemiskinan yang ditetapkan BPS tergolong tinggi karena angka Rp401 ribu adalah angka rata-rata,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 bertema “Fakta Penurunan Angka Kemiskinan”, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (30/7/2018), seperti dikutip jpp.go.id.

Menurut Suhariyanto, di Jakarta nilai garis kemiskinan Rp593 ribu per kapita maka pengeluaran keluarga miskin dengan 4-5 orang mencapai sebesar Rp3,1 juta, ssedikit di bawah UMR DKI Rp3,6 juta. Sedangkan nilai garis kemiskinan NTT mencapai Rp354 ribuan atau sebesar Rp2 jutaan, di atas UMR setempat yang sebesar Rp1,7 juta.

Pada Maret lalu, BPS mengumumkan angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82%, pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam 1 digit. BPS mencatat, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang, turun dibanding September 2017 yang sebsar 26,58 juta orang (10,12 persen).

Per Maret 2018, angka rata-rata garis kemiskinan adalah Rp401.220 per kapita per bulan. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.

“BPS sejak tahun 1984 sudah melakukan survei jumlah kemiskinan pada bulan Maret dan September. Jadi tidak benar kalau kami melakukan survei saat panen raya,” katanya.

Bagaimana BPS menghitung garis kemiskinan? Acuannya adalah dari Bank Dunia. Selama ini lembaga tersebut menghitung angka kemiskinan dari kelompok makanan dan non-makanan bukan berdasarkan nilai tukar US dolar atas rupiah yang sekarang rata-rata Rp14.400 per 1 dolar US.

Angka konversi US dolar itu diterapkan dengan acuan Purchasing Power Poverty, yaitu banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah barang yang sama setara dengan 1 dolar di Amerika Serikat (sekitar Rp14 ribuan).

Faktor yang menyebabkan kemiskinan menurun adalah pertama, tingkat inflasi September 2017–Maret 2018 memang terkendali. Hal kedua adalah rata-rata pengeluaran 40% lapisan ke bawah meningkat selama triwulan 2018 berkat curahan bantuan sosial karena 70% pengeluaran terbesar adalah makanan, sebanyak 20% untuk beli beras, 10% rokok filter dan kretek. Sedangkan sisanya adalah pengeluaran non-makanan seperti transportasi, biaya listrik dan lain-lain.

“Program Beras Sejahtera (Rastra) juga tersalurkan bagus, nilai tukar petani juga di atas 100, meskipun begitu ada hambatan yaitu kenaikan harga beras yang tinggi. Ini sangat berpengaruh karena persentase pengaruh pengeluaran beras terhadap kemiskinan cukup besar. Harga pangan ini yang perlu dijaga,” katanya.

Kepala BPS mengingatkan pekerjaan rumah pemerintah adalah ketimpangan yang tinggi antara desa dan kota serta antarwilayah atau provinsi.

“Perlu akselerasi program bantuan sosial dan jaminan sosial dengan pemberdayaan perekonomian masyarakat miskin,” kata Suhariyanto. [DAS]