Koran Sulindo – Ahed Tamimi, remaja Palestina yang dipenjara karena menampar tentara Israel sekaligus menjadi ikon perlawanan atas pendudukan Israel di Tepi Barat, dibebaskan pada hari Minggu, (29/7).

Ia menjalani delapan bulan hukuman di penjara Israel tindakannya ‘mempermalukan’ tentara Israel itu.

Tamimi bersumpah melanjutkan perjuangannya melawan pendudukan Israel.

“Saya akan katakan, perlawanan terus berlanjut sampai pendudukan dihapus,” kata Tamimi kepada wartawan sesaat setelah pembebasannya, mengenakan syal keffiyeh khas Palestina.

“Semua tahanan wanita di penjara sangat kuat, dan saya berterima kasih kepada semua orang yang mendukung ketika saya di penjara.”

Kasus Tamimi menjadi berita utama di seluruh dunia menyusul penangkapannya. Ia ditangkap setelah terlibat adu mulut dan penamparan tentara Israel yang menolak meninggalkan rumahnya di Nabi Saleh, sebuah desa di Tepi Barat.

Beberapa jam sebelum tentara-tentara itu tiba di rumah Tamimi pada tanggal 15 Desember, keluarga Tamimi diberitahu bahwa tentara Israel baru saja menembak Mohammed, sepupu Tamimi yang baru berusia 15 tahun tepat di kepalanya.

Tekanan psikologis itulah yang membuat keluarga Tamimi mengusir prajurit Israel dari rumahnya. Ketika tentara-tentara itu menolak pergi dari pekarangannya, Tamimi yang naik pitam segera terlibat pertengkaran dan terjadilah penamparan itu.

Insiden penamparan itu direkam dan disiarkan secara live di Facebook oleh ibu Tamimi.

Belakangan rekaman itu digunakan oleh otoritas Israel sebagai bukti untuk menangkap Tamimi yang dianggap memicu bangkitnya gelombang perlawanan Palestina.

Di sisi lain, akibat penangkapan itu Tamimi justru berhasil menggalang dukungan dari seluruh dunia.

Amnesty International mengutuk Tamima dan menyebut tindakan Israel itu melanggar hukum internasional sekaligus menekankan bahwa penahanan terhadap seorang anak di bawah umur harus menjadi upaya terakhir.

Sementara saat ini Israel sedikitnya menahan 300 anak di bawah umur.

Dengan segala kontroversi yang mengikuti penangkapan, penahanan dan pengadilan Tamimi, otoritas Israel terlihat sangat berhati-hati saat membebaskannya. Menghindari sorotan dan kritik media massa, mereka bahkan sampai tiga kali mengubah lokasi dan waktu pembebasan Tamimi.

Menurut rencana semula,  Tamimi bakal dibebaskan di check point Jibara dekat Tul Karem. Keputusan itu belakangan diubah di pos pemeriksaan Rantis, sejam perjalanan dari Tul Karem.

Puluhan kerabat, keluarga dekat, dan teman-teman Tamimi terlihat menunggunya sejak hari Minggu dini hari ditemani oleh banyak wartawan.

Di sisi lain para penentang Tamimi juga berkumpul dengan para pemukim Israel, yang tinggal secara ilegal di Tepi Barat. Mereka terlihat mengibarkan bendera Israel.

Ketika Tamimi akhirnya dibebaskan, gadis itu segera dipeluk ayahnya melalui kerumunan jurnalis dan pendukungnya yang berteriak “Kami ingin hidup dalam kebebasan.”

Dari pos pemeriksaan tersebut,  Tamimi kemudian mengunjungi makam pemimpin Palestina Yasser Arafat di Ramallah, tempat di mana ia meletakkan beberapa bunga. Dari Ramallah, Tamimi mengunjungi rumah seorang kerabat yang ditembak mati oleh pasukan Israel selama demonstrasi akhir-akhir ini.

Sebelumnya, pada hari Sabtu kemarin, polisi Israel menahan dua seniman Italia dan seorang warga Palestina yang sedang menggambar mural berupa besar berupa wajah Tamimi di tembok pemisah Israel di Betlehem.

Menurut pernyataan polisi Israel, ketiganya ditangkap karena dicurigai merusak pagar keamanan di daerah Betlehem.

“Secara ilegal merusak tembok, dan ketika polisi perbatasan mengambil tindakan untuk melakukan penangkapan, mereka mencoba melarikan diri ke mobil mereka dan dihentikan petugas.”

Intervensi polisi itu mestinya tidak bisa diterima karena mural setinggi empat meter itu digambar di sisi tembok Betlehem yang dikendalika Otoritas Palestina.

Murah di diding dengan gambar wajah ikon-ikon perlawanan Palestina seperti Arafah dan Leila Khaled sejatinya merupakan hal umum di Palestina. [TGU]