Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pernyataan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menyebutkan hubungannya dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri belum pulih, sebagai “keluhan melankolis”.
“Silakan lihat dalam jejak digital maupun media cetak. Menjelang pemilu Pak SBY selalu menyampaikan keluhannya tentang Ibu Megawati. Padahal, Ibu Megawati baik-baik saja. Selama ini beliau diam, karena beliau percaya terhadap nilai-nilai satyam eva jayate, bahwa pada akhirnya kebenaran yang akan menang,” kata Hasto, di Jakarta, Kamis (26/7/2018).
Menurut Hasto, “keluhan musiman” SBY tersebut terjadi karena sebagai seorang bapak tentu mengharapkan yang terbaik bagi anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Seluruh pergerakan politik Pak SBY adalah untuk anaknya. Sementara, Ibu Megawati jauh lebih luas dari itu. Ibu Mega selalu bicara untuk PDIP, untuk Pak Jokowi, untuk rakyat, bangsa dan negara,” katanya,
Baca juga: SBY: Saya ini Orang Tua, Saya Mengerti Maksud Koalisi Partai Pendukung Jokowi
Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2004, kata Hasto, SBY mengatakan diri sebagai orang yang dizalimi.
“Secara psikologis seharusnya yang menzalimi itu adalah orang yang merasa bersalah, tetapi, mengapa SBY justru tampak sebagai pihak yang merasa bersalah dan selalu menuduhkan hal-hal yang kurang pas tentang Ibu Mega?”
Menjelang Pilpres 2014, kata Hasto, salah satu ketua umum partai yang mendesak Megawati agar bertemu SBY guna memastikan kemenangan Jokowi. Menurut Hasto, Megawati menegaskan Jokowi akan menang karena dukungan rakyat.
“Sekiranya pertemuan saya dengan Pak SBY dianggap sebagai faktor utama kemenangan Pak Jokowi, maka kasihan rakyat yang telah berjuang. Banyak rakyat kecil yang iuran Rp 20.000 hingga Rp 50.000 untuk Pak Jokowi. Masak, dukungan rakyat yang begitu besar untuk kemenangan Pak Jokowi kemudian dinihilkan hanya karena pertemuan saya.” Hasto menyitir kembali pernyataan Megawati saat itu.
Menurut Hasto, kegagalan koalisi antara alin karena kalkulasi rumit yang dilakukan SBY, yang hanya fokus dengan masa depan AHY.
“sebaiknya pemimpin itu bijak. Kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu-ragu, ya, sebaiknya introspeksi dan jangan bawa-bawa nama Ibu Mega seolah sebagai penghalang koalisi tersebut,” kata Hasto.
Sementara itu Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen), Eriko Sotarduga, mengatakan koalisi yang dibentuk untuk memajukan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden selalu terbuka kepada siapa saja. Salah satu contohnya adalah bergabungnya Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum PKB yang akhirnya bergabung kembali.
“Tapi kan semua bisa diterima dengan baik, dan pada akhirnya ada kesepakatan menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi,” kata Eriko, di Gedung DPR, Kamis (26/7/2018).
Menurut Eriko, apa yang diinginkan Demokrat dengan menyodorkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres kepada koalisi partai pendukung pemerintah sah-sah saja, namun jangan lalu dikatakan tak jadi berkoalisi karena ada yang menghalangi.
“Boleh dilihat. Apakah ada selama ini? Kan tidak pernah. Ibu Ketum kami bisa menempatkan diri sebagai ketum dimana ketum kalau diminta pendapatnya tentu akan memberikan pendapatnya, bagaimana pun Jokowi dari PDIP. Ini kan hal yang wajar,” kata Eriko. [CHA/DAS]