Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo meresmikan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di Desa Lainungan, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, hari ini. PLTB Sidrap merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu komersial pertama dan terbesar di Indonesia
PLTB ini memiliki 30 kincir angin dengan tinggi tower 80 meter dan panjang baling-baling 57 meter, masing-masing menggerakkan turbin berkapasitas 2,5 MW, sehingga total kapasitas yang dihasilkan oleh 30 turbin adalah 75 MW.
Selain meresmikan PLTB Sidrap, Presiden juga akan meresmikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Punagaya yang berkapasitas 2×100 MW dan PLTU Jeneponto Ekspansi yang berkapasitas 2×135 MW.
Seperti dikutip Setkab.go.id, sebelumnya, Presiden menyerahkan sertifikat hak atas tanah kepada masyarakat di Lapangan Andi Makasau, Pare-pare.
Listrik dari PLTB Sidrap ini akan dialirkan ke pelanggan melalui jaringan PLN on-grid. Dengan kapasitas 75 MW dari total 30 turbin, listrik yang dihasilkan dapat mengaliri kurang lebih 67.000 s.d 72.000 pelanggan listrik.
Dari data PLN, listrik yang dihasilkan PLTB Sidrap ini akan menopang 6% kebutuhan listrik wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Palu.
Dengan bertambahnya pembangkit baru termasuk PLTB Sidrap, cadangan listrik PLN di Sulawesi Bagian Selatan ini bertambah menjadi 500 MW. Dengan daya mampu PLN sebesar 1.300 MW dan beban puncak sebesar 1.050 MW.
“PLTB Sidrap merupakan bentuk wujud nyata komitmen pemerintah mewujudkan energy mix sebesar 23% pada tahun 2025. Jadi ini jadi kebanggaan kita juga dan sekaligus juga menjadi bukti bahwa pemerintah serius mengembangkan energi baru terbarukan,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Rida Mulyana, di Jakarta, 3 Maret 2018 lalu, seperti dikutip esdm.go.id.
Menurut Rida, PLTB Sidrap di luas lahan 100 ha ini merupakan tahap pertama. Tahap kedua juga akan dibangun PLTB serupa dengan kapasitas 50 MW yang lokasinya tidak jauh dari lokasi tahap pertama.
Potensi EBT di Indonesia memang masih sangat besar.
“Wind ini potensinya itu lebih dari 60 GW, bandingkan ini hanya 75 MW. Jadi masih begitu banyak tempat di Indonesia yang bisa dikembangkan seperti halnya di Sidrap ini,” kata Rida.
Jadi Tempat Wisata
Menurut laporan mongabay.co.id, semula bukit-bukit di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, didominasi rumput untuk penggembalaan ternak dan budidaya tanaman jangka pendek. Pada 2017, banyak orang terkejut, kendaraan besar melintas membawa material. Selang beberapa bulan, berdirilah tiang-tiang raksasa berwarna putih.
Tersebar di beberapa puncak bukit, dengan luasan 100 hektar. Dalam tiang menara itu, ada tangga dan beberapa instalasi kabel yang menghubungkan dengan gardu induk yang terbangun tak jauh dari area.
Tiang-tiang ini dilengkapi masing-masing tiga bilah sebagai kincir dengan panjang masing-masing 57 meter. Di bagian puncak tepat di belakang baling-baling ini ada generator turbin. Angin bertiup dan melewati setiap bilah baling itu akan bergerak dan menghubungkan dengan sebuah poros instalasi menuju generator lalu mengubah menjadi daya listrik.
Dengan kecepatan angin yang konstan dan memadai, setiap turbin membutuhkan 10-20 detik untuk mengubah energi gerak menjadi listrik.
Pada akhir 2017, ketika berdiri di salah satu puncak bukit, tiang-tiang turbin di titik terjauh terlihat kecil.
Menurut Senior Project Developer PT UPC Renewables Indonesia – perusahaan yang mengembangkan PLTB Sidrap, Niko Priyambada, Sidrap dipilih karena potensinya yang besar.
“Tahun 2012, kami berkoordinasi dengan kementerian terkait tentang potensi angin di Indonesia dan mendapatkan dua lokasi Bantul, Yogyakarta dan Sidrap, Sulawesi Selatan,” kata Niko.
Pada 20 Januari 2013, UPC mengunjungi Sidrap dan memasang tiga tower meterologi untuk pengamatan angin. Setiap waktu, data angin tercatat detil. Kecepatan rata-rata angin akhirnya diperoleh selama setahun antara 6–7 meter per detik.
“Angka konstan itu tak pernah berubah hingga sekarang, sudah lima tahun. Jadi kami memastikan jika kondisi angin di Sidrap cukup baik hingga puluhan tahun mendatang,” katanya.
Menurut Niko, kecepatan angin minimal untuk menghasilkan energi listrik dengan turbin besar, adalah 5,5 meter per detik. Pada kecepatan tiga meter per detik, baling-baling sudah mampu berputar.
“Bagi teknologi kami, kecepatan angin lima meter per detik, itu sudah mampu menghasilkan 1 Mw,” katanya.
Di wilayah tropis, seperti Indonesia, kekuatan angin tak terlalu besar, karena proses penyinaran matahari secara konstan. Untuk defiasi ( penyimpangan) memungkinkan gerakan angin di luar kendali.
Di Sidrap, jalur angin ditentukan oleh pergerakan suhu bumi. Kecepatan angin ideal di Sidrap, terjadi ketika musim kemarau. Saat musim hujan, angin bertiup tak beraturan.
Di Sulawesi Selatan, selain Sidrap, Jeneponto juga wilayah terbaik dalam panen energi listrik dari angin.
Di Sidrap, untuk membangun 30 turbin total investasi sampai US$150 juta atau Rp2 triliun. Kelak, pasokan listrik dari PLTB ini akan menambah pasokan listrik di Sulawesi Selatan, dimana kapasitas listrik terpasang 1.437 MW dengan beban puncak 1.188 MW.
Kelak skema penjualan ke PLN, pengembang menjual US$1 sen per KWH dengan kontrak 30 tahun. Dalam klaim UPC, hasil penjualan listrik akan dapat memasok sekitar 100.000 rumah. [DAS]