Koran Sulindo – Perpecahan di negara-negara G7 mulai terlihat akibat penerapan ekonomi proteksionisme. Pasalnya, kebijakan tersebut membawa risiko terhadap ekonomi dunia. Dan itu tidak lagi sekadar ancaman, melainkan sudah kenyataan di depan mata.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perpecahan negara-negara G7 itu sudah terjadi dalam beberapa terakhir. Perpecahan itu tampak terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya. Itulah yang sudah menjadi kenyataan itu.
Dalam konteks perdaganga, ekonomi Tiongkok juga mengalami rebalancing sehingga memberatkan ekonominya. Sedangkan, pasar keuangan sudah terkena imbas dari kenaikan suku bunga acuan The Fed. Sedangkan risiko politik berasal dari Laut Tiongkok Selatan, Timur Tengah dan Venezuela.
Dikatakan Sri Mulyani, beberapa faktor itu yang akan mempengaruhi ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini dan diperkirakan akan berlanjut ke 2019. “Dengan risiko ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 diproyeksikan mencapai 5,4% hingga 5,8%. Kecenderungannya adalah pada batas bawah,” tutur Sri Mulyani seperti dikutip Kontan.co.id.
Kendati muncul risiko semacam itu, ia memastikan pemerintah akan menjaga konsumsi sebagai faktor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Caranya adalah menjaga daya beli dengan menciptakan tenaga kerja dan inflasi rendah. Konsumsi diperkirakan akan mencapai 5,1% hingga 5,2% pada tahun depan.
Sedangkan investasi akan diperbaiki yang angkanya mencapai 8% pada kuartal (tiga bulan) pertama 2018. Ini disebut terkuat sejak terjadinya commodity shock akhir 2014 hingga 2016. Karena itu, pemerintah akan berupaya untuk membuat swasta yakin berekspansi dan berinvestasi melalui reformasi kebijakan, insentif fiskal, Online Single Submission (OSS), dan infrastruktur yang sudah mulai rampung.
Dan itu semua, kata Sri Mulyani, akan meningkatkan pergerakan dan produksi serta berimbas pada peningkatan investasi di pelosok. [KRG]