Ilustrasi/pdiperjuangan.id

Koran Sulindo – Kontroversi mengenai hak-hak keuangan anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terus menjadi pembicaraan publik. Kontroversi itu kini bahkan telah menuai tindak kekerasan terhadap sebuah kantor redaksi koran di Bogor, Jawa Barat.

Untuk mengurai kesimpangsiuran informasi itu, anggota Dewan Pengarah BPIP Mahfud MD menggelar jumpa pers secara resmi pada Kamis (31/5). Hak-hak keuangan itu, demikian Mahfud, jika dibandingkan dengan pendapatan anggota DPR sungguh jauh sekali. Namun, ia heran mengapa publik tidak meributkan gaji anggota DPR itu.

Diungkapkan Mahfud, sebagai mantan anggota DPR periode 2004 hingga 2009, ia menerima sekitar Rp 150 juta di luar gaji pokok. Setelah lebih dari 14 tahun Mahfud yakin gaji anggota DPR sudah lebih dari Rp 200 juta. Gaji DPR bahkan sudah bertambah lagi satu komponen yakni uang serap aspirasi senilai Rp 1 miliar.

“Saya sudah pernah menjadi menteri, anggota DPR, ketua MK dan guru besar, jadi tahu penghasilan banyak posisi,” kata Mahfud dalam keterangan resminya di Kompleks Istana seperti dikutip detik.com.

Karena itu, kata Mahfud, gaji yang diterima anggota BPIP jika dibandingkan dengan lembaga lain jauh lebih kecil. Dengan gaji anggota Dewan Pertimbangan Presiden, misalnya, gaji ditambah operasional mencapai Rp 100 juta. Sementara, BPIP operasionalnya hanya Rp 13 juta.

Kontroversi mengenai gaji BPIP itu juga sempat membuat Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri sesak napas karena dirundung publik di media sosial. Ia mengaku sekelas dirinya pun bisa sakit jika acap dirundung.

“Emang di-bully enggak sesak napas? Jangan pikir enggak bisa, ya bisa dong,” kata Megawati.

Nama Megawati memang sempat dirundung ramai-ramai di media sosial karena dituding menerima gaji sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP hingga ratusan juta. Karena masalah itu, Presiden Joko Widodo pun sudah bertemu dengan Megawati dan menyampaikan maaf lantaran pemberitaan tunjangan Ketua Dewan Pengarah BPIP. [KRG]