Ilustrasi/tribaratanews.com

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo mengatakan Polri harus melakukan evaluasi total terhadap penanganan narapidana kasus terorisme.

“Harus ada evaluasi total. Koreksi-koreksi baik mengenai untuk penjaranya, memang perlu, apakah perlu di markas atau di luar markas. Kemudian cara pemeriksaan, apakah pemeriksaan harus di tempat atau seperti apa,” kata Presiden Jokowi, di Istana Bogor, Sabtu (12/5/2018), seperti dikutip ntmcpolri.info.

Jokowi berharap dengan evaluasi tersebut, kerusuhan seperti terjadi di rumah tahanan Markos Komando (Mako Brimob) Depok, Jawa Barat, tidak terulang lagi.

“Akan menjadi sebuah evaluasi total dari Polri untuk supaya tidak ada kejadian seperti itu,” kata Jokowi.

Dalam tragedi yang berlangsung sejak Selasa (8/5/2018) malam hingga Kamis (10/5/2018) pagi itu 5 orang polisi gugur dan 5 luka-luka.

Pasal 340 KUHP

Sementara itiu Polri akan memberikan sanksi berat kepada para pelaku pembunuh 5 anggota polisi di Mako Brimob Depok.

Para pelaku akan dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman maksimal adalah hukuman mati.

“Kira-kira begitu. Nanti bisa dicarikan hukuman yang lebih berat,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jumat (11/5/2018), tribratanews.com.

Namum nama-nama calon tersangka untuk kasus pembunuhan tersebut masih belum ditentukan.

“Belum. Masih mencari bukti,” katanya.

Polisi saat ini juga masih mencari seorang napi yang tertangkap kamera sedang menginjak seorang korban yang dalam keadaan kritis. Foto kejadian tersebut telah beredar dan sudah viral di media sosial.

“Bisa dicari. Jangankan itu, kaca yang ada darah bekasnya saja bisa diketahui pelakunya. Kita punya Inafis,” kata Setyo.

Dalam kerusuhan di Mako Brimob Depok itu, para polisi yang gugur mengalami pembunuhan sadis,. Hasil pemeriksaan forensik, sebagian besar tewas dengan luka di sekujur tubuhnya dan luka dalam di bagian leher.

Kelima polisi yang gugur itu adalah Bripka Denny Setiadi, Ipda Ros Puji, Briptu Fa di Setyo Nugroho, Bripda Syukron Fadli, dan Bripda Wahyu Catur.

Unsur Perencanaan

Kepolisian juga masih menyelidiki motif para narapidana kasus terorisme membuat rusuh di rumah tahanan Mako Brimob. Polisi mendalami ada tidaknya unsur perencanaan dalam peristiwa tersebut.

“Apakah spontanitas atau bukan, akan ketahuan dalam proses penyidikan,” kata Setyo, Jumat (11/5/2018), seperti dikutip ntmcpolri.info.

Kepolisian menyatakan kerusuhan di Mako Brimob dipicu teriakan seorang tahanan bernama Wawan Kurniawan yang ditahan di Blok C. Saat itu Wawan meminta petugas menyerahkan makanan titipan keluarga.

Karena petugas yang menerima makanan itu sedang keluar, makanan yang diminta Wawan tidak segera diberikan. Teriakan Wawan kemudian memicu kemarahan narapidana lain. Dari situ, timbul kerusuhan yang menewaskan enam orang, termasuk lima anggota kepolisian.

Menurut catatan polisi, Wawan adalah tahanan untuk kasus bom panci di Taman Pandawa, Cicendo, Bandung. Dia ditangkap setelah polisi lebih dulu menangkap pelaku bernama Yayat Cahdiyat. Yayat adalah murid Aman Abdurrahman, pendiri Tauhid Wal Jihad dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Saat Wawan mulai membuat rusuh, di saat yang bersamaan, polisi tengah memeriksa tiga anggota JAD, yakni M. Mulyadi, Abid Faqihuddin, dan Anang Rachman. Ketiga orang itu baru saja ditangkap karena berencana melakukan bom bunuh diri di beberapa kantor polisi di Bogor, Jawa Barat.

“Lokasi pemeriksaan bersampingan dengan Blok C,” kata Setyo.

Karena itu, polisi masih menelisik kemungkinan Wawan sengaja membuat keributan untuk menghalangi pemeriksaan itu.

“Perlu pendalaman lagi kalau motif teriakan Wawan berhubungan dengan pemeriksaan tiga anggota JAD tersebut,” kata Setyo. [DAS]