Koran Sulindo – Washington secara sepihak berencana bakal membatalkan kesepakatannya dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) perjanjian nuklir multilateral dengan Iran.
Tindakan tersebut dianggap sebagai salah satu sabotase terbesar dalam sejarah modern AS dan sekaligus menempatkan negara itu pada jalur menuju perang dengan Iran.
Sabotase itu juga sekaligus menggucang stabilitas regional dan memicu perlombaan nuklir di Timur Tengah.
JCPOA adalah kesepakatan yang ditandatangani Iran, AS, Cina, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris di Wina pada tahun 2015.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Iran setuju mengekang pengembangan progam nuklirnya sebagai ganti pencabutan sanksi ekonomi terhadap negara itu.
Pencabutan sanksi akan diikuti pemulihan US$ 100 miliar aset milik Iran yang dibekukan di bank-bank luar negeri.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut perjanjian yang diteken di era Barack Obama tersebut merugikan AS karena hanya menghentikan program nuklir Iran dan mengecualikan program pengembangn rudal balistik.
Trump mengecam kesepakatan itu sebagai ‘gila’.
Dia menuding JCPOA memberikan ‘rezeki nomplok’ kepada Iran yang digunakan sebagai dana gelap untuk senjata, teror, dan penindasan di Timur Tengah.
Trump mengancam mundur dari JCPOA dan keputusan akan diambil pada 12 Mei yang merupakan tenggat pengkajian ulang selama 120 hari kecuali Kongres AS dan negara-negara Eropa memperbaiki ‘cacat yang membawa petaka’ dalam perjanjian tersebut.
Dia menyebut kesepakatan tersebut adalah bencana dan memalukan bagi AS, yang dianggap tidak melakukan apapun untuk menahan ambisi nuklir Iran.
“Kita tidak dapat mencegah bom nuklir Iran dengan struktur rusak dan lapuk dari perjanjian saat in. Kami tidak akan membiarkan rezim yang menyebut ‘Matilah Amerika’ untuk mendapatkan akses ke senjata paling mematikan di Bumi,” kata Trump.
Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan bahwa AS bakal menghadapi ‘penyesalan bersejarah’ jika Trump benar-benar mengabaikan kesepakatan nuklir dengan Iran.
Dalam komentar yang disiarkan TV pemerintah, Rouhani memperingatkan Iran memiliki rencana untuk menghadapi setiap kebijakan yang mungkin diambil Trump dan “kami akan melawannya.”
Teheran berulang kali menyatakan bahwa program nuklirnya sepenuhnya murni program damai dan kesepakatan tidak bisa dirundingkan kembali.
Mereka sejauh ini secara konsisten mematuhi kesepakatan nuklir tersebut seperti verifikasi IAEA dalam laporan lembaga itu sejak 11 Januari 2016 silam.
Sementara itu, Rusia memperingatkan pembatalan kesepakatan nuklir dengan Iran akan memiliki konsekuensi yang berbahaya.
“Ada konsekuensi berbahaya yang tak terhindarkan terhadap tindakan apa pun terhadap pemutusan perjanjian ini,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov dalam sebuah pernyataan pada Selasa (8/5).
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly menyatakan mundurnya AS dari kesepakatan nuklir Iran dapat menciptakan guncangan baru di kawasan Timur Tengah yang penuh konflik.
Dalam sebuah wawancara dengan radio Prancis, RTL, Parly menyebut meskipun kesepakatan itu tidak sempurna namun secara efektif berhasil mengekang Iran mengembangkan senjara nuklir. Ia juga mengatakan sejauh ini orang-orang Iran telah menghormati perjanjian tersebut.
“Kesepakatan yang dicapai di Wina pada tahun 2015 ini tidak sempurna, tetapi memungkinkan penangguhan program tenaga nuklir Iran dan melemahkannya akan menjadi menyebabkan guncangan baru di wilayah yang sudah panas,” kata Parly
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson, akan terbang ke Washigton untuk membahas kelanjutan kesepakatan dengan para pejabat Gedung Putih.
PBB juga telah memperingatkan agar Trump tidak ke luar dari kesepakatan.
Pekan lalu, Israel mengungkapkan dokumen rahasia nuklir Iran yang disebutnya menunjukkan Iran secara tersembunyi melanggar kesepakatan.
Iran mencap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai pembohong dengan menyebut dokumen yang diungkapkan merupakan tuduhan lama yang sudah ditangani IAEA.(TGU)