Konstruksi overpass akses Jalan Tumaluntung yang runtuh.

Koran Sulindo – Setidaknya ada tiga media dalam jaringan (online) di Lampung yang memberitakan robohnya besi penyangga jembatan tol proyek pengerjaan Jalan Tol Trans Sumatera Terbanggibesar, Lampung Tengah, pada 17 April 2018 lalu. Ketiga media tersebut adalah inews.id Lampung; bahananusantara.co.id, dan; translampung.com. Ketiga media tersebut memberitakan, ada lima pekerja yang terluka akibat robohnya jembatan tersebut.

Pihak PT Wijaya Karya (Wika) sebagai pelaksana proyek membenarkan informasi mengenai robohnya besi cor penyangga jembatan itu, yang lokasinya di Desa Tlawung, Kecamatan Gunung Sugih. Tapi, menurut Manager Kontruksi PT Wika Siswantoro sebagaimana dikutip inews.id Lampung, kecelakaan tersebut bukan karena kelalaian dalam pekerjaan, melainkan karena kondisi cuaca saat kejadian. “Metode kerja yang kami pakai sebenarnya sudah mengacu ke standard keselamatan kerja. Posisi tiang-tiang sudah jadi, cuma dinding masih dipasang. Karena ini musim pancaroba, besi diantam angin. Besi yang baru dipasang akhirnya roboh ke samping dan menimpa sejumlah pekerja,” kata Siswantoro, Kamis (19/4).

Kelima pekerja yang mengalami kecelakaan, kata Siswantoro lagi, langsung dibawa ke Rumah Sakit Harapan Bunda. Pihak PT Wika berjanji akan menanggung seluruh biaya pengobatan pekerja yang tertimpa.

“Sebagian besar pekerja terluka karena lari-lari di atas, terus jatuh. Setelah dibawa ke rumah sakit, kondisi empat pekerja di antaranya sudah membaik dan satu pekerja lagi masih dirawat inap di Rumah Sakit Harapan Bunda, sampai kondisinya pulih untuk bekerja,” ujar Siswantoro.

Sementara itu, Koordinator Safety PT Wika Ganda menjelaskan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan ke seluruh pekerja terkait alat perlengkapan diri untuk keselamatan kerja. Tapi, jika kemudian ditemukan ada pekerja yang tidak melengkapi diri dengan alat keselamatan kerja, mereka tidak bisa berbuat banyak. “Itu dikembalikan ke personel itu masing-masing. Namun, kami selalu mengingatkan pentingnya hal tersebut. Kami baru tahu jika masih ada pekerja yang melanggar biasanya setelah dilakukan pengecekan oleh petugas,” kata Ganda, seperti dikutip inews.id Lampung.

Pada hari yang sama, tanggal 17 April 2018 lalu itu, bangunan proyek Tol Manado-Bitung di Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, juga ambruk. Peristiwanya terjadi pukul 14.30 Wita, seperti dilaporkan kompas.com. Akibat kejadian ini, tiga pekerja dilaporkan tertimbun material.

Menurut Data Basarnas Manado, ketiga korban adalah Sugeng asal Blitar; Dadi asal Bandung, dan; Muktar asal Blitar. Dari ketiga korban itu, menurut laporan detikcom, hanya Muktar yang dapat diselematkan, sementara Sugeng dan Dadi baru ditemukan enam jam kemudian dalam kondisi tidak bernyawa lagi. “Meninggal pukul 02.00 Wita,” ungkap Kepala Basarnas M. Arifin kepada detikcom, Rabu (18/4). Dilaporkan juga, selain ketiga korban itu ada juga 14 korban lainnya. Sementara itu, tempo.co pada 17 April 2018 juga melaporkan, mengutip Arifin juga, ada 21 orang di lokasi yang tertimbun material bangunan.

Sekretaris Perusahaan Wika Puspita Anggraeni dalam keterangan tertulisnya pada 17 April 2018 mengatakan, yang runtuh bukan konstruksi Jalan Tol Manado-Bitung yang belum terbangun. “Konstruksi yang runtuh adalah overpass akses Jalan Tumaluntung yang melintas di atas lokasi rencana Jalan Tol Manado-Bitung atau underpass,” ujar Puspita. Ia juga memastikan, para korban mendapatkan penanganan terbaik.

Terkait peristiwa ambruknya tersebut, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane pun mempertanyakan hasil evaluasi proyek infrastruktur pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Karena, dari data yang dimiliki IPW, ada sekitar 16 proyek masa Presiden Jokowi yang ambruk selama sembilan bulan terakhir, mulai dari Agustus 2017 hingga 17 April 2018. “Mulai dari beton cor yang ambruk, tiang penyanggah yang roboh, hingga girder yang jatuh, kasus ambruknya infrastruktur Jokowi ini sudah menewaskan 11 orang dan melukai 22 orang lainnya,” kata Neta dalam pernyataan tertulisnya, Rabu juga (18/4).

Menurut Neta lagi, ironisnya polisi terkesan kurang serius menangani kasus-kasus tersebut, karena hingga kini belum ada satu pun dari 16 kasus ambruknya infrastruktur Jokowi itu yang dilimpahkan ke kejaksaan. “Polisi hanya selalu mengatakan, sedang melakukan pendalaman, meski sudah menetapkan sejumlah tersangka,” tuturnya.

Bisa jadi, tambahnya, sikap polisi yang dia nilai kurang serius itu tidak menimbulkan efek jera dan kasus infrastruktur yang ambruk akan terus berulang. IPW pun berharap polisi bekerja cepat dan serius menuntaskan kasus ambruknya 16 proyek infrastruktur pada masa Presiden Jokowi ini. Dengan begitu, kasusnya bisa terungkap di pengadilan, apakah ada sabotase atau hanya faktor kelalaian. “Dengan dituntaskannya kasus ini ada efek jera dan muncul kehatihatian dalam menyelesaikan proyek-proyek itu secara profesional,” ujar Neta. [RAF]