Koran Sulindo – Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah kepala daerah terbanyak yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak lembaga itu dibentuk.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan dari 93 kepala daerah yang ditangkap KPK, 12 di antaranya berasal dari Provinsi Jawa Barat.

“Ini merupakan provinsi satu-satunya yang 2 digit. Mereka rata-rata posisinya penerima. Mayoritas dari swasta terkait proyek. Biasanya pengadaan barang dan Jasa, perizinan, pembangunan,” kata Basaria di Bandung.

Dari 93 kepala daerah di seluruh Indonesia yang terlibat korupsi terdiri dari 18 gubernur dan 75 bupati atau walikota.

Basaria menambahkan dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah umumnya melibatkan pengusaha dan kepala daerah menerima gratifikasi terkait proyek yang tengah dikerjakan.

Basaria meyebut KPK ingin memutuskan hubungan tidak baik tersebut namun dibutuhkan komitmen pengusaha khususnya di Jabar untuk tidak berlaku curang dalam bersaing memenangkan proyek pemerintah.

Diperlukan kerja sama antara pemerintah dan swasta secara terbuka dan transparan sehingga tak ada lagi pengusaha menang tender proyek karena kesepakatan.

“Kita ingin memutus hubungan yang tidak baik ini. Biar tender berlaku dengan benar-benar terbuka dan transparan. Tidak ada pengusaha menang karena ada kesepakatan kedua belah pihak dapat persentase,” kata Basaria.

Dengan putusnya praktik-praktik curang itu, diharapkan kualitas pembangunan yang dikerjakan swasta bakal mengalami perbaikan.

“Saya kasih contoh tender yang mereka dapat dalam bangun jembatan, jalan tidak akan mengurangi speknya lagi karena mereka tidak mengeluarkan sesuatu di luar tender,” kata Basaria.

Menurutnya, banyak kasus korupsi itu bermula dari usaha mencari tambahan untuk biaya pilkada yang tinggi.

Kajian Kemendagri menunjukkan rata-rata biaya kampanye untuk bupati/walikota itu mencapai Rp 20 – Rp 30 miliar sedangkan kekayaan calon secara umum hanya Rp 7 – Rp 9 miliar.

Kepala daerah yang tersandung kasus korupsi tak lepas karena biaya Pilkada tinggi dan harus mencari modal lebih menutupi biaya yang dikeluarkan selama Pilkada.

Modus korupsi yang dilakukan petahana rata-rata meminta ijon kepada kepala dinas untuk biaya pilkada yang angkanya mencapai 10 – 30 persen dari nilai proyek yang dikerjakan.(TGU)