Danarto. Foto: Kumparan

Koran Sulindo – “Semua yang berasal dari-Nya akan kembali juga kepada-Nya. Selamat jalan, Danarto, sampai jumpa di sana. Semoga jalanmu dimudahkan-Nya. Aamiin.” Demikian ditulis penyair Profesor Doktor Sapardi Djoko Damono pada akun Twitter-nya pada Selasa malam ini (10/4).

Danarto adalah penulis cerita pendek (cerpen) terkemuka Indonesia. Menurut Sapardi dalam sebuah wawancara yang dilakukan pihak Yayasan Lontar dan hasilnya disimpan di Southeast Asia Digital Library, karya-karya Danarto punya andil sangat besar dalam perkembangan sastra Indonesia. Danarto, dalam penilaian Sapardi, memiliki ciri penulisan cerita pendek yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. “Yang menjadikan cerita pendek Danarto berharga itu bukan ceritanya seperti apa atau tokohnya seperti apa, tapi suasana yang dibangun oleh cerita pendek itu belum pernah ada di dalam cerita pendek Indonesia sebelumnya,” ungkap Sapardi.

Menurut Sapardi lagi, cerpen-cerpen Danarto bukan hanya lebih spontan, tapi ada campuran dari suasana keagamaan, humor, keakraban. “Segala macam ada di situ menjadi satu dan tidak bisa dipisah-pisahkan,” tuturnya.

Sapardi dalam wawancara itu juga menceritakan, cerpen-cerpen awal Danarto yang dimuat majalah Horison pada dekade 1960-an bahkan mengagetkan banyak orang. Pada masa itu, Sapardi merupakan redaktur di majalah sastra tersebut.

Ada yang memandang, cerpen-cerpen itu ditulis ketika Danarto dalam kondisi trans—kondisi tak sadar sehingga mendorong seseorang berbuat sesuatu yang tidak masuk akal. Karena, tambah Sapardi, situasi yang digambarkan Danarto dalam cerpen-nya menunjukkan Danarto tak peduli dengan karakterisasi, plot, dan latar. “Itu sama sekali tidak ada. Menggelinding saja,” katanya.

Dalam penilaian Sapardi, Danarto memang penulis yang tak tertarik pada penokohan. Karakter tokoh-tokohnya, walaupun menarik, tak pernah selesai. Itu sebabnya, pembaca akan sulit mengidentifikasi dan terlibat secara emosional dalam cerita-cerita Danarto.

Lebih jauh Sapardi menjelaskan, keunikan karya Danarto tak terlepas dari pengaruh posisi Danarto sebagai perupa. Karena, menurut Sapardi, cara Danarto bercerita dalam banyak cerpennya sulit ditemukan pada karya penulis lain yang bukan seorang pelukis. Dalam banyak cerita pendeknya itu, Danarto menyusun kalimat-kalimat, kata-kata, sedemikian rupa sehingga secara tipografis sangat khas. “Itu kalau dia bukan pelukis tidak bisa. Itu sebabnya saya katakan ada unsur lukisan di dalam cerita pendek Danarto,” tutur Sapardi.

Ia juga mengatakan, cara penulisan Danarto bergaya sufistik, mengandung ide-ide yang membayangkan kemungkinan persatuan antara Pencipta dan yang dicipta. Dalam bahasa kritikus sastra lain, gaya penulisan Danarto itu digolongkan sebagai gaya realisme magis.

Lahir di Sragen, Jawa Tengah, pada 27 Juni 1940, Danarto adalah anak keempat dari lima bersaudara.  Ayahnya seorang mandor pabrik tebu di Sragen. Ayahnya bernama Jakio Harjodinomo dan ibunya Siti Aminah.

Danarto sempat berkuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta, dan total menggeluti seni lukis. Pada tahun 1959-1964, Danarto bergabung dengan Sanggar Bambu, Yogyakarta. Pada masa di Yogyakarta ini, ia sering membantu merancang setting pementasan teater yang digarap Rendra dan Arifin C. Noer.

Tahun 1969, ia merantau ke Jakarta dan aktif di Taman Ismail Marzuki. Ia sempat menjadi pembuat poster dan kemudian menjadi tenaga pengajar di Institut Kesenian Jakarta. Pada tahun 1974, kumpulan cerpen pertamanya berjudul Godlob terbit, yang isinya merupakan cerpen-cerpen yang pernah dimuat di majalah Horison tahun 1968. Tahun 1982, kumpulan cerpen keduanya, Adam Makrifat, mendapat penghargaan sebagai kumpulan cerpen terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta dan juga dari Yayasan Buku Utama. Pada tahun 1987, Yayasan Buku Utama kembali memberi anugerah kepada Danarto untuk kumpulan cerpennya yang bertajuk Berhala. Setelah itu, ia menulis drama dan novel serta kembali menerbitkan beberapa kumpulan cerpen lagi. Ia juga menulis pengalamannya sewaktu menunaikan rukun Islam kelima dan dibukukan dengan judul Orang Jawa Naik Haji: Catatan Perjalanan Ibadah Haji (1983). Danarto mendapat Ahmad Bakrie Award untuk bidang Kesusasteraan pada tahun 2009. Ia juga pernah diundang untuk mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.

Pada Selasa malam tadi dikabarkan oleh banyak pekerja seni lewat masing-masing akun media sosial mereka, Danarto tertabrak pengendara sepeda motor di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Ciputat dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Fatmawati-Jakarta Selatan. Namun, yang Yang Mahakuasa punya kehendak lain. Danarto dipanggil pulang untuk menghadap Pencipta-nya. Selamat jalan, Mas Danarto! [PUR]