Koran Sulindo – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan pemberitaan di media massa mengenai potensi tsunami raksasa yang akan terjadi di Pandeglang, Banten, setinggi lebih dari 50 meter baru sebatas modelling. Kajian itu masih memerlukan validasi dan dikaji menggunakan data-data yang valid
“Informasi itu hanya digunakan sebagai langkah untuk melakukan mitigasi bencana,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di Papua, melalui sambungan teleconference dari Papua, seperti dikutip bmkg.go.id.
Dwikorita meminta masyarakat untuk arif dalam memahami informasi kegempaan dan tsunami, khususnya apabila informasi tersebut masih berupa kajian awal yang belum teruji.
Berdasarkan UU No.31 tahun 2009, BMKG mempunyai wewenang dan mandat untuk melakukan obseravasi, analisa, dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami.
Hal senada dikatakan Deputi Bidang Geofisika, Muhammad Sadly, yang saat ini juga sedang mendampingi kepala BMKG di Papua.
Menurut Sadly, dalam kajian potensi tsunami di Pendeglang tersebut, peneliti sebenarnya tidak melakukan prediksi tapi mengungkapkan potensi yang masih perlu dikaji lebih lanjut dengan data ilmiah.
“Peneliti tidak menyebutkan kapan akan terjadi, seperti yang kita ketahui bahwa gempa bumi hingga saat ini belum dapat diprediksi sehingga masyarakat diharapkan harap tenang,” kata Sadly.
Di tempat yang berbeda, Sekretaris Utama BMKG, Untung Merdijanto, mengatakan sampai saat ini belum ada alat yang bisa mendeteksi kapan terjadinya gempa bumi.
“Yang paling penting adalah perlu adanya mitigasi yang perlu kita siapkan sejak awal, meskipun belum detail kajiannya,” kata Untung, dalam jumpa pers di di Kantor BMKG hari ini.
Tergantung Metode
Kepala Pusat Seimologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu, Jaya Murjaya, juga mengatakan hingga kini belum ada alat yang mampu memprediksi kapan gempa akan terjadi dan berapa kekuatannya secara akurat. Begitu juga dengan tsunami. Hanya saja potensi itu bisa saja diketahui melalui penelitian.
Jaya mengaku belum bisa mengungkapkan seberapa valid prediksi gempa dan tsunami 57 meter di Pandeglang. Menurutnya penelitian dilakukan itu sangat tergantung metodenya.
“Setiap model ada kelebihan dan kekurangannya, kalau kita masukkan dengan parameter yang berbeda akan keluar dengan hasil yang berbeda, jadi jika harus dikatakan seberapa validnya? Harus diuji dengan model-model lainnya dan jika pertanyaannya seberapa besar? Tertentu harus diuji dengan model-model yang lain,” kata Jaya.
BMKG sudah mengeluarkan peta potensi kerawanan tsunami sejak 2001, bahkan sebelum tsunami Aceh terjadi.
Daerah yang berpotensi rawan tsunami yaitu sepanjang pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, selatan Nusa Tenggara, utara Nusa Tenggara. Selain itu juga di utara Papua, pantai timur Manado dan Maluku, pantai utara Sulawesi serta pulau-pulau kecil di Kepulauan Ambon.
“Sampai saat ini saya rasa masih sesuai, kami evaluasi peta itu sejak 2001 sampai sekarang,” katanya.
BMKG terus melakukan monitoring aktivitas gema bumi di Indonesia termasuk potensi tsunami dari setiap gempa kuat yang terjadi, dan memberikan informasi dengan cepat kurang dari 5 menit melalui berbagai moda komunikasi, seperti sms, website, sosmed, dan aplikasi info BMKG.
Sebelumnya sempat marak pemberitaan terkait isu potensi tsunami yang akan terjadi di Pandeglang setinggi 57 meter yang sebenarnya masih merupakan hasil pemodelan penelitian para pakar dan perlu diuji validasinya.
Potensi tsunami di Jawa bagian Barat yang dimaksud adalah hasil kajian akademis awal dari simulasi model komputer, menggunakan sumber tsunami dari gempa Bumi di tiga titik potensi gempa Bumi megathrust, Enggano, Selat Sunda, dan Jawa Barat bagian Selatan.
Skenario terburuk adalah (total ada enam skenario), jika gempa terjadi secara bersamaan di tiga titik potensi gempa, dan dengan skala tertinggi, yatu 9 pada skala Richter. Skenario ini apabila dibuat simulasi permodelan, maka akan menimbulkan tsunami yang dahsyat.
Hasil simulasi model komputer dari skenario terburuk ini mengindikasikan ketinggian tsunami di wilayah pantai Utara Jawa bagian Barat maksimum mencapai 25 meter, dan di wilayah pantai barat-selatan maksimum hingga 50 meter.
Isu potensi tsunami di Jawa bagian Barat ini awalnya bersumber dari kegiatan Seminar Ilmiah oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam rangka memperingati Hari Meteorologi Dunia ke-68 yang dilaksanakan Selasa (3/4), di Gedung Auditorium BMKG, Jakarta dengan topik Sumber-sumber Gempabumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat.
BPPT
Sebelumnya, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto, mengatakan isu potensi Tsunami di pulau Jawa bagian Barat merupakan kajian pemodelan secara ilmiah.
“Datangnya bisa saja masih lama, bisa saja juga tidak terjadi. Masyarakat tidak perlu galau dengan pemberitaan yang tidak lengkap atau sensasional,” kata Unggul, di Jakarta, Rabu (4/4/2018), seperti dikutip antaranews.com..
Menurut Unggul, pemodelan itu untuk mencari solusi langkah mitigasi andai bencana terjadi. Meskipun ini adalah hasil kajian awal, tetapi telah mengindikasikan adanya potensi ancaman tsunami yang besar di sepanjang pantai Jawa Bagian Barat.
“Bagi masyarakat sendiri, yang terpenting jangan cepat panik karena seperti yang disampaikan sebelumnya ini masih potensi, belum tentu kapan terjadinya kita tidak mengetahuinya, bisa saja terjadi bertahun-tahun lagi, bahkan mungkin juga seribu tahun, tidak ada yang tahu pasti masalah gempa, termasuk juga skalanya, bisa besar sekali, bisa juga tidak terjadi seperti itu,” kata Unggul. [DAS]