Hario Kecik saat menjadi Pangdam Mulawarman tahun 1960-an. (foto/x.detik.com)

Koran Sulindo – Intel yang ditanam Shell di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD) itu dibongkar Pangdam Mulawarman Brigjen Suhario Padmodiwiryo atau yang lebih dikenal sebagai Hario Kecik.

Gara-gara itu insiden itu juga, hubungan Hario Kecik dengan Menpagad Letjen Ahmad Yani yang semula hangat berangsur-angsur berubah menjadi dingin. Sementara Hario Kecik ‘dilempar’ untuk sekolah di Moskow, Ahmad Yani terbunuh dalam Peristiwa 30 September.

Kisah ‘intelijen mesin ketik’ itu didengar Bung Karno ketika memanggil Hario Kecik pada suatu pagi di akhir Januari 1965, hanya seminggu sebelum Hario berangkat ke Rusia.

Dalam bukunya Dari Moskow ke Peking, Hario Kecik menulis ia datang menemui Bung Karno di Istana tepat pukul 07.00 pagi. Ia ditemui Bung Karno di bagian belakang istana setelah olah raga pagi.

Setelah basa-basi dan obrolan ala Surabayaan, Bung Karno langsung menohok dengan pertanyaan langsung. “Saya dengar dari Yani, bahwa kamu sendiri yang memilih belajar di Moskow daripada menjadi Deputy KSAD.”

Dengan tetap memandang tajam pada lawan bicaranya, Bung Karno kembali berkata, “Saya senang kamu memilih belajar. Tugas ini demi karirmu nanti. Bagaimana hubunganmu dengan Yani? Maksud saya, secara pribadi.”

Ketika jawaban Hario Kecik dianggap tak memuaskan, Bung Karno mendadak membentak, “Stop! Stop! Kamu jangan sok pintar, dengarkan betul. Saya setuju kamu belajar sebanyak mungkin di sana. Saya sekarang mau bertanya kepadamu mengapa kamu tidak mau menjadi deputynya Yani dan memilih sekolah. Jawab terus terang, kan Arek Suroboyo. Ayo!”

Kepada Bung Karno, Hario lalu bercerita bahwa ia memang tak bersedia menjadi deputy KSAD karena yakin bakal menemui kesulitan-kesulitan yang tidak bisa di atasi.

Bung Karno meledak. “Kesulitan apa? Kamu tidak bisa bicara dengan cara seperti itu, pelungkar-pelungker. Ayo, cepat!” bentak Bung Karno mendesak.

Merasa tak bisa lagi menghindar, Hario Kecil akhirnya buka kartu.  “Pak, apa KSAD tidak pernah melapor kepada Bapak tentang adanya orang di jajaran Staf Umum Angkatan Darat, yang membocorkan suatu laporan tertulis dari Kodam kepada KSAD kepada perusahaan minyak Inggris Shell?” kata Hario Kecik balik bertanya.

Meski jelas kaget dengan pertanyaan itu, Bung Karno berusaha tetap tenang. “Yani tidak pernah melaporkan masalah seperti yang kamu katakan. Hario, kamu bicara mirip teka-teki, cepat ceritakan tentang pertanyaanmu tadi, jangan bikin saya marah.”

Sumur Minyak Tua

Maka kepada Bung Karno, berceritalah Hario Kecik tentang laporan resminya kepada Yani yang merupakan atasannya. Dalam laporan itu, Hario menulis bahwa di daerah Sengata, dekat delta Sungai Mahakam melalui Bataafsche Petrolium Maatschappij, Belanda pernah mengebor enam sumur pada tahun 1906.  Dari pengeboran itu mereka menemukan deposit minyak yang cukup besar dan bertekanan tinggi atau spuiters.

“Bahwa saya sendiri yang menyelidiki ke Sengata itu dan saya sendiri yang menginterview orang-orang tua di desa itu. Sejumlah orang juga melaporkan pada saya bahwa minyak yang keluar itu dimasukkan tong-tong dari kayu untuk dikirim ke Balikpapan,” kata Hario Kecik.

Dalam laporan itu disebut, sumur-sumur itu lantas ditutup dengan semen dan dirahasiakan sementara orang yang tersangkut pengecoran itu diperintahkan tutup mulut dan diancam hukuman berat jika membocorkan rahasia itu.

Hario menyebut ia telah menyelidiki dan dengan mata kepala sendiri dan mengaku melihat sumur-sumur itu ditutup beton.

Kepada Bung Karno, Hario Kecik menyebut ada dua alasan mengapa ia nekat menyelidiki masalah itu meskipun bukan merupakan pekerjaannya sebagai pangdam.

Alasan pertama adalah dilansirnya berita oleh Shell bahwa Kalimantan Timur minyak buminya sudah habis atau tinggal sedikit, yang dihasilkan dari sumur-sumur tua di Tarakan dan Sanga-Sanga, Samboja dan Balikpapan. Shel juga menyebut mereka bakal meninggalkan Kalimantan dan berpindah ke Laut Utara Inggris yang lebih menjanjikan.

Sedangkan alasan yang kedua, Hario Kecik sebelumnya ia secara kebetulan telah mendengar dari orang-orang tua di Kampung Sanggata tentang adanya sumur tua yang disemen itu.

Tak sabar dengan cerita itu, Bung Karno menukas, “Ayo, cepat to the point saja, Hario!”

“Saya menugaskan intel saya untuk menambil mesin ketik di kantor Shell untuk mengetik laporan saya tentang sumur-sumur di Sanggata. Mesin tik itu akan dipakai pada waktu malam dan harus dikembalikan sebelum matahari terbit. Perwira intel kita mampu melaksanakan operasi ‘mencuri mesin tik’ itu,” kata Hario Kecik.

“Buat apa sukar-sukar mencuri mesin tik Shell, hanya untuk mengetik laporanmu,” kata Bung Karno kelihatan tertarik.

Kepada Bung Karno, Hario Kecil lantas memaparkan ide itu. Menurutnya, mesin ketik Shell itu memiliki bentuk huruf yang istimewa. Jadi jika laporannya dibaca orang yang tidak tahu, maka ia pasti akan menyangka laporan itu berasal dari pegawai Shell.

Ditunggangi Buruh?

Kalkulasi Hario Kecik, jika di kantor Yani ada orang yang punya hubungan dengan Shell dan menunjukkan laporan itu kepada kontak mereka di SUAD, maka Yani langsung akan diberitahu orang itu bahwa laporan itu dibuat oleh pegawai Shell, bukan oleh Hario Kecik sendiri sebagai pangdam dan itu berarti menipu KSAD.

Tiga hari sesudah mengirim laporan itu melalui kurir istimewa, sebuah radiogram diterima Hario Kecik agar segera menghadap KSAD. “Betapa gembira saya, karena dengan itu taktik saya berhasil mengungap mata-mata Inggris di kalangan SUAD. Sebelum saya berangkat ke Jakarta, saya minta perwira intel saya, Mayor Suminta, untuk tetap standby  di dekat pesawat telepon markas Kodam pada waktu saya menghadap KSAD.”

Hario Kecik menghadap Yani di ruang kerjanya. Di tempat itu ia juga melihat Mayor Jenderal Taswin yang duduk di kursi meski tak satu meja dengan Yani. Menurut Hario Kecik, Yani terlihat tegang, tidak seperti biasanya jika menemuinya. Dalam bahasa Jawa, tanpa basa-basi ia langsung menyemprot Hario Kecik, “Har, kamu ternyata ditunggangi buruh!”

Dengan tenang, Hario Kecik menjawab dengan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. “Oleh piro, kon, iso nuduh aku ngono,” kata Hario Kecik.

Yani marah dengan jawabat itu dan langsung menggebrak meja sambil melemparkan laporan itu ke depan Haryo Kecik. “Iki sing gawe dudu kowe dewe, Kamu ditunggangi buruh. Iku diketik di kantor Shell. Aku ngerti, mesin ketiknya itu punya Shell. Delengen dewe¸huruf-hurufnya berbeda. Kamu goblok gelem ditunggangi buruh,” semprot Yani.

Disemprot begitu Hario Kecik juga tak kalah marahnya, agar Jenderal Taswin yang asal Sunda mengerti, ia menggunakan Bahasa Indonesia menjawab Yani. “Memamg saya perintahkan perwira intel saya mengetik laporan itu dengan mesin ketik milik Shell. Ia dapat mencuri mesin ketik itu dan dapat mengembalikan mesin ketik itu di tempatnya semula secara rahasia,” kata Hario Kecik.

Kepada Yani, Hario mendesak agar ia menelepon Mayor Suminta perwira intel Kodam Mulawarman yang memang diperintahkan standby  demi keperluan itu. “Silahkan angkat telepon itu. Siapa sekarang yang goblok. Jangan tunggu sampai besok, supaya saya tidak punya waktu untuk merekayasa. Silahkan sekarang. Yang penting saya tahu di SUAD sini ada mata-mata Inggris.”

Kepada Bung Karno, Hario Kecik bercerita bahwa Yani tak pernah mengangkat telepon itu. Ia juga menyebut kekecewaannya pada Yani. Penilaiannya pada Yani langsung anjlok. Waktu itu ia berharap Yani memanggil Jenderal S Parman kepala staf satu untuk memerintahkan penangkapan mata-mata yang bersangkutan. Hal itu tidak dikerjakan Yani dan hanya berkata, “Sori Cik. Saya tadi salah menilai kamu. Selanjutnya saya akan urus semua ini.” (TGU)