Setelah mengangkat seorang putri menjadi ratu, ketertiban dan kebijakan kerajaan benar-benar dijalankan dengan keras.
Termasuk jika sebuah barang tertinggal di jalanan, ia akan tetap di sana tanpa pernah ada orang yang berniat mengambilnya.
Hingga ketika kisah itu mampir ke telinga seorang raja, ia penasaran dan ingin mengujinya. Sepundi emas sengaja dibuangnya di jalananan.
Hari demi hari berlalu, pundi penuh berisi emas itu tetap tergeletak di jalanan. Jangankan berpindah tempat, bahkan pundi itu bergeming dari posisinyapun tidak. Orang yang lalu lalang memilih menjauhi pundi itu.
Bukan karena emas tak bernilai, namun mereka terlalu jujur dan bebas dari watak melik barang yang bukan miliknya.
Hingga tahun ketiga lewat tanpa sengaja kaki sang putra mahkota mengusik pundi itu. Ratu yang dilapori sangat murka dan langsung memerintahkan kepala putra mahkota itu dipancung. Ia menganggap tindakan putranya itu tak ubahnya sebuah pencurian.
Iba dengan nasib sang pangeran beberapa menteri lantas mengajukan pembelaan. Selain memohon ampun, kepada Ratu mereka meminta hukuman mati itu dibatalkan.
“Karena perbuatan memalukan itu berasal dari kakinya, maka potonglah kakinya,” titah Sri Ratu pada para menteri yang membela putra mahkota.
Ketika, para menteri kembali datang untuk memohon ampunan Sri Ratu akhirnya melunak dan hukuman diperingan menjadi ‘hanya’ potong jari kaki. Dan vonis itu sudah final karena potong jari kaki dijalankan sebagai menjadi peringatan khalayak ramai.
Siapa ibu yang tega membuat anaknya menderita untuk menegakkan nilai-nilai kejujuran itu?
Berita Cina
Meski tak disebutkan dari mana sumber informasinya, catatan dalam Xin Tang Shu atau Kepustakaan Dinasti Tang Baru menyebut Sang Ratu yang tegas itu sebagai Xi Mo dari kerajaan He Ling atau Ho Ling. Dalam literature Nusantara, ia dikenal sebagai Ratu Shima penguasa tunggal dari Kerajaan Kalingga.
Jika kisah tentang kejujuran itu masih menjadi perdebatan, para ahli sepakat Kalingga merupakan kerajaan Hindu-Budha tertua di Jawa Tengah setelah Tarumanegara di Jawa Barat dan Kutai Kertanegara di Kalimantan Timur.